JAKARTA, KOMPAS.com - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menilai, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bisa saja tak memberlakukan Putusan Mahkamah Agung (MA) tentang perubahan penghitungan batas usia calon kepala daerah untuk Pilkada 2024.
Pertimbangannya, tahapan pencalonan kepala daerah sudah dimulai. Bakal pasangan calon kepala daerah jalur independen atau nonpartai sudah menyerahkan syarat dukungan minimal ke KPU dan KPU tengah melakukan verifikasi administrasi atas dokumen itu.
"Ini semua tergantung kepada political will-nya KPU, apakah mampu menerapkan atau kemudian meninjau terhadap kondisi hari ini yang sesungguhnya pencalonan sudah berjalan," kata Koordinator Nasional JPPR, Nurlia Dian Paramita, kepada Kompas.com, Jumat (31/5/2024).
"Sehingga terkait implementasi atas putusan MA, boleh jadi tidak dilakukan pada pencalonan Pilkada 2024 ini," ujar dia.
Pada prinsipnya, kata Mita, perubahan hukum di tengah tahapan yang tengah berlangsung akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Baca juga: Putusan MA Diprediksi Bisa Semakin Menguatkan Dinasti Politik Jokowi
Adapun Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 yang baru-baru ini menuai polemik diperiksa dan diadili oleh Ketua Majelis yang dipimpin Hakim Agung Yulius dan Hakim Agung Cerah Bangun dan Hakim Agung Yodi Martono Wahyunadi sebagai anggota Majelis.
Dengan putusan ini, seseorang dapat mencalonkan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur apabila berusia minimal 30 tahun dan calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil walikota jika berusia minimal 25 tahun ketika dilantik, bukan ketika ditetapkan sebagai pasangan calon sebagaimana diatur oleh KPU lewat Peraturan KPU 9/2020.
MA hanya memerlukan waktu tiga hari untuk mengubah syarat usia calon kepala daerah ini.
Gugatan yang dilayangkan Ketua Umum Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) Ahmad Ridha Sabana itu diproses tanggal 27 Mei dan diputus pada tanggal 29 Mei 2024.
Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mempertanyakan putusan kilat tersebut. Terlebih, tidak ada proses persidangan yang terbuka.
"Itulah mengapa sangat mendesak agar judicial review di Mahkamah Agung dilakukan terbuka, transparan, dan akuntabel seperti pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi," kata Titi kepada Kompas.com, Kamis (31/5/2024).
Ia menegaskan, judicial review yang dilakukan secara transparan dan akuntabel penting guna mengurangi kecurigaan dan anasir-anasir yang spekulatif.
"Sehingga semua pihak diperlakukan berdasar prosedur yang terukur berbasis tata kelola peradilan yang baik, modern, dan antikorupsi," ucapnya.
Sementara itu, Juru Bicara MA Suharto mengeklaim bahwa cepatnya proses kabul atas gugatan ini sebagaimana asas ideal sebuah lembaga peradilan.
“Sesuai asas yang ideal itu yang cepat karena asasnya Pengadilan dilaksanakan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan. Jadi cepat itu yang ideal,” kata Suharto, Kamis (30/5/2024).
Baca juga: Kritik Putusan MA, PDI-P: Harusnya Jadi Produk DPR, bukan Yudikatif
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.