JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Gunawan menilai, tingginya uang kuliah tunggal (UKT) di sejumlah kampus terjadi lantaran minimnya tanggung jawab pemerintah dari sisi bantuan anggaran.
Ia menilai, status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bukan menjadi satu-satunya biang kerok kampus dijadikan lahan bisnis sehingga harus menaikkan uang pangkal maupun UKT.
Buktinya, kata dia, perguruan tinggi lain dengan status Badan Layanan Umum (BLU), Satuan Kerja (Satker), maupun swasta sekalipun tetap mengalami kenaikan UKT.
Baca juga: Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos
"Saya ingin menepis anggapan bahwa karena PTNBH kemudian UKT jadi naik. Maksud saya bukan semata-mata karena itu. Bukan (semata-mata komersialisasi pendidikan), tetapi memang tanggung jawab pemerintah yang minim dari sisi anggaran," kata Cecep dalam diskusi daring dikutip dari YouTube Trijaya FM, Sabtu (18/5/2024).
Ia tidak memungkiri lewat status PTNBH, kampus diberi hak otonom oleh pemerintah agar lebih mandiri termasuk dalam mengelola anggaran institusinya.
Namun pengamat pendidikan ini beranggapan, pemerintah bukan berarti menjadi lepas tangan karena status tersebut.
"Tidak serta merta PTNBH jadi mahal. Amanat UU Dikti yang dijabarkan lewat PP masing-masing statuta perguruan tinggi, intinya PTNBH memiliki dua otonomi, otonomi akademik dan non-akademik," ucap dia.
Baca juga: UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja
"Keuangan atau pendanaan itu non-akademik, otonomi non-akademik. Tapi yang mesti diingat bahwa bukan berarti pemerintah lepas tangan. Intinya PTNBH supaya mandiri, tetapi tetap bantuan anggaran harusnya dari pemerintah," imbuh Cecep.
Cecep lantas membuktikan minimnya peran pembuat kebijakan dengan membandingkan anggaran bansos dengan anggaran pendidikan.
Menurut Cecep, porsi 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk belanja pendidikan tidaklah cukup.
Anggaran khusus perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pun hanya mencapai sekitar puluhan triliun, jauh lebih kecil dibandingkan anggaran bansos yang mencapai ratusan triliun.
Baca juga: BEM Sebut Universitas Bengkulu Hilangkan UKT Terendah Rp 500.000
"Anggaran Kemendikbud khusus perguruan tinggi itu hanya puluhan triliun, ada yang sebut Rp 80 triliun, ada yang menyebut Rp 35 triliun, nanti dicek saja. Tapi yang jelas uang seperti itu pasti tidak akan cukup membiayai perguruan kita. Bansos aja Rp 400 triliun lebih, ini hanya puluhan triliun untuk perguruan yang sedemikian banyak," sebutnya.
Sebagai informasi, kenaikan UKT dan uang pangkal oleh sejumlah universitas menjadi sorotan karena dinilai memberatkan mahasiswa.
Pengamat pendidikan Ubaid Matraji sebelumnya beranggapan, mahalnya biaya pendidikan ini tidak terlepas karena kebijakan PTNBH. Ia menilai, kebijakan itu justru membuat kampus dijadikan sebagai lahan bisnis dengan menaikkan uang pangkal maupun uang kuliah tunggal.
"Kebijakan PTNBH ini menjadikan kampus sebagai lahan bisnis. Jadi, harus dihentikan. Apalagi, bisnis yang dilakukan kampus ini dengan mencekik mahasiswa lewat kenaikan biaya UKT yang tidak masuk akal, kenaikannya berkali-kali lipat," kata Ubaid saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/5/2024).
Baca juga: Unsoed: Hampir 70 Persen yang Lolos SNBP 2024 Dapat UKT Terendah