JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dianggap memperlihatkan pola sikap sembunyi-sembunyi dalam membahas rancangan undang-undang selama 2024, termasuk revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, pembahasan revisi UU MK yang dilakukan diam-diam dan mendadak akan dibawa ke rapat paripurna memperlihatkan DPR semakin tidak terbuka.
"Revisi undang-undang yang terjadi di 2024 hampir mengikuti pola yang sama. Misalnya revisi Undang-Undang Desa dan Undang-Undang DKJ (Daerah Khusus Jakarta)," kata Lucius dikutip dari program Obrolan Newsroom di Kompas.com, Selasa (14/5/2024) kemarin.
DPR, kata Lucius, seolah mempercepat pembahasan revisi atau rancangan UU dan tak terbuka terhadap masyarakat.
Baca juga: Revisi UU MK Dinilai Cenderung Jadi Alat Sandera Kepentingan, Misalnya Menambah Kementerian
"Jadi ada semacam kecenderungan revisi undang-undang yang dibahas DPR di akhir periode itu dilakukan secara diam-diam, cepat-cepat, dan sedapat mungkin terhindar dari kejaran publik," ujar Lucius.
Sebagaimana diberitakan, keputusan membawa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK ke paripurna dilakukan dalam rapat Komisi III dengan Pemerintah pada 13 Mei 2025.
Menariknya, rapat tersebut yang dihadiri Menteri Koordinator Politik Hukum dan, Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly sebagai wakil pemerintah itu dilakukan pada masa reses DPR.
Kemudian, dalam naskah terakhir revisi UU MK yang diterima Kompas.com, diselipkan Pasal 23A terkait masa jabatan hakim konstitusi.
Baca juga: Masuk Prolegnas Prioritas Tak Bisa Jadi Dalih DPR Diam-diam Revisi UU MK
Dalam ayat (1) disebutkan bahwa masa jabatan hakim konstitusi adalam 10 tahun.
Aturan masa jabatan ini berubah dari Pasal 22 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang menyebutkan masa jabatan hakim konstitusi selama lima tahun. Namun, Pasal 22 tersebut dihapus dalam revisi pertama UU MK, tepatnya di UU Nomor 8 Tahun 2011 terhadap UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.
Dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d UU Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK disebutkan bahwa calon hakim MK harus berusia paling rendah 55 tahun Kemudian, Pasal 23 ayat (1) huruf c UU MK hasil revisi ketiga menyebutkan bahwa hakim konstitusi diiberhentikan dengan hormat dengan alasan telah berusia 70 tahun.
Baca juga: Sentil DPR soal Revisi UU MK, Pakar: Dipaksakan, Kental Kepentingan Politik
Selanjutnya, Pasal 87 huruf b UU MK hasil revisi ketiga itu menyebutkan bahwa hakim konstitusi mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.