JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf TNI AU (KSAU) periode 2002-2005 Marsekal (Purn) Chappy Hakim menilai, Indonesia belum bisa bicara banyak soal pengembangan dan pemanfaatan drone atau kendaraan nirawak.
Sebab, menurut Chappy, Indonesia belum memiliki konsep besar sistem pertahanan dan keamanan.
“Kita belum punya konsep besar sistem pertahanan keamanan Indonesia. Kita pernah bikin white paper (buku putih pertahanan), siskanhamrata (sistem keamanan pertahanan rakyat semesta), tapi itu tidak pernah diuraikan sebagai sistem pertahanan yang total,” ujar Chappy dalam acara Brigade Podcast Kompas.com, Kamis (8/5/2024) petang.
“Kalau ada ancaman, dari mana ancamannya? Terus bagaimana kita menanganinya?” ujar Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia itu.
Baca juga: Serangan Roket dan Drone Rusia, 2 Warga Ukraina Tewas
Chappy mengibaratkan pengembangan drone seperti kancing dalam baju. Kancing itu berhubungan dengan induknya.
“Saya bisa jawab kalau kancing itu mau dipasang dalam baju yang seperti apa,” kata Chappy.
Chappy mengatakan, konsep pertahanan dan keamanan harus dijabarkan secara terstruktur.
“Dengan kemajuan zaman kita harus punya juga drone, baru sampai kancing. Baru kita bisa bicara kancing,” kata Chappy.
“Enggak bisa kita bilang bikin drone yang begini, untuk apa? Misal untuk pengintaian, pengintaian di mana? Misal di Kalimantan, Kalimantan yang mana? Dengan siapa aja di sana mitranya? Kan harus ada,” ucap dia lagi.
Baca juga: Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali
Chappy menambahkan, dengan konsep pertahanan atau buku putih pertahanan yang jelas, Indonesia bisa menjabarkan segala macam sistem perencanaan nasional.
Namun, ia sampai saat ini belum mendengar sosialisasi konsep besar pertahanan Indonesia.
“Dan kelihatannya kita masih sibuk dengan pemikiran dan visi lima tahunan. Pilpres sama Pilkada doang, ‘omon-omon’ saja. Kita belum punya rencana long term,” kata mantan Komandan Jenderal Akademi TNI itu.
Chappy tidak menampik, bakal ada benturan antara pengembangan drone yang sudah dilakukan TNI dengan aturan. Hal ini karena nihilnya konsep pertahanan.
“Kenapa? Alat utama sistem persenjataan (alutsista) itu adalah sub sistem yang ada di atasnya, sub sistem harus ‘nyekrup’ sub sistem yang lain. Kayak roda gigi, kalau nyeleneh enggak jalan,” kata Chappy.
Baca juga: Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo