Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pascal Wilmar Yehezkiel
Pemerhati Hukum

Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan FH UGM

Dasar Pembatalan Hasil Pilpres oleh Mahkamah Konstitusi

Kompas.com - 05/04/2024, 08:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PROSES sengketa Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden saat ini sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi dengan limitasi waktu berproses selama 14 kerja.

Forum konstitusional ini merupakan sarana legitimasi penyelenggaraan Pilpres yang disediakan Konstitusi dan Undang-Undang Pemilu bilamana ada peserta menyatakan permohonan sengketa atas hasil Pemilu.

Pada perkembangannya telah menyentuh ranah sengketa proses seperti pada beberapa sengketa Pilkada sebagaimana dalam Putusan No 57/PHPU-D-VI/2008 amar memerintahkan PSU (Pilkada Kab. Bengkulu), Putusan No 132/PHP.BUP-XIX/2021 menyatakan diskualifikasi paslon (Pilkada Kab Boven Digoel), Putusan No 135/PHP.BUP-XIX/2021 menyatakan diskualifikasi paslon (Calon bupati terpilih memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat), dan Putusan No.145/PHP.BUP-XIX/2021 amar menyatakan diskualifikasi paslon (Pilkada Kab. Yalimo).

Dasar kewenangan ini dapat dilihat pada ratio decidendi MK pada Putusan No. 41/PHPU.D-VI/2008 tentang Pilgub Jatim, yang menyatakan “Tidak dapat dinafikan bahwa seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dan tahapan Pemilukada akan sangat berpengaruh secara mendasar pada hasil akhir”.

Pembelahan rezim Pemilu Nasional dan Pilkada kemudian diakhiri melalui Putusan MK No 85/PUU-XX/2022 yang pada pokoknya menafsirkan secara original intent bahwa UUD 1945 tidak membedakan antara rezim pemilu nasional dengan pilkada, sehingga menyatukan kedua rezim pemilu tersebut dengan berlandaskan pada Pasal 22E UUD 1945.

Dengan itu, MK memiliki rasionalitas dan legalitas untuk memeriksa dan memutus proses hasil Pilpres yang diperoleh dari kecurangan yang secara nyata melanggar asas Pemilu yang luberjudil sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E UUD 1945 dan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu yang ditegaskan dalam UU 7/2017 tentang Pemilu.

Implikasinya MK dapat membatalkan hasil Pilpres atau mendiskualifikasi pasangan calon yang terbukti melakukan kecurangan pemilu (fraud election) dengan perintah melakukan pemungutan suara ulang.

Selain dasar empiris atau praktik di atas, adapun beberapa preferensi teoritik yang menjadi dasar bagi Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan hasil Pilpres dengan praktik progresivitas.

Pertama, prinsip Demokrasi Konstitusional (constitutional democracy), yakni pelaksanaan demokrasi yang berlandaskan nila-nilai konstitusionalisme yang mengidealkan pelaksanaan politik pemerintahan demokratis berjalan dalam koridor konstitusi guna menghindari dan melawan penumpukan kekuasaan.

Dalam tren kontemporer dikenal dengan fenomena autocratic legalism, yakni otoritarianisme yang dibungkus hukum.

Dalam konteks Pilpres, prinsip ini mendorong adanya agenda Pilpres yang patuh pada asas-asas Pemilu dalam konstitusi.

MK sebagai forum konstitusional wajib menjaga kemurnian suara rakyat dan mengeliminasi hasil Pilpres yang berasal dari proses curang atau penyalahgunaan kekuasaan negara yang semata-mata untuk pelanggengan kekuasaan yang bercorak dinasti politik.

Tujuan kewenangan ini guna menghasilkan presiden dan wakil presiden hasil Pemilu yang memiliki legitimasi hukum dan teoritik yang sifatnya kualitatif, bukan semata-mata kuantitatif.

MK tidak hanya sebagai "Mahkamah Kalkulator" yang berkutat pada kalkulasi angka-angka hasil pemilu. MK berpegang pada rasionalisasi nilai-nilai keadilan hukum dan konstitusionalisme dalam penyelenggaraan Pemilu.

Kedua, Yudisialisasi Politik (judicialization of politics). Teori ini memberikan landasan terkait korelasi Mahkamah Konstitusi dengan persoalan politik, dalam hal ini Pemilu.

Halaman:
Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com