Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Ganjar-Mahfud Klaim Ada Jutaan Selisih Suara di Sirekap KPU

Kompas.com - 02/04/2024, 15:58 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Saksi yang dihadirkan kubu Ganjar-Mahfud mengeklaim bahwa berdasarkan hasil pemeriksaannya, terdapat selisih jutaan suara dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU RI.

Hal itu ia ungkapkan dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK)pada Selasa (2/4/2024).

"Saya lihat ada perubahan sebanyak 443.453 kali terhadap data yang pernah diinput," kata pria bernama Hairul Anas itu di hadapan majelis hakim.

Baca juga: Soal Panggilan Sidang MK, Menko PMK: Saya Akan Putuskan Hadir Setelah Ada Undangan

Ia mengeklaim, perubahan berulang kali itu terjadi terhadap data perolehan suara sekitar 244.533 TPS.

Menurut dia, pemeriksaan itu ia lakukan dengan menjumlahkan perolehan suara setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden di dalam kolom Sirekap, dengan data formulir model C.Hasil TPS.

Sejumlah anomali data yang ia temukan juga berkaitan dengan jumlah pemilih yang lebih banyak daripada total surat suara yang dialokasikan di satu TPS.

"Kalau itu saya bandingkan itu ada selisih 23.423.395 (suara). Kemudian saya juga melakukan pengecekan check sum (penjumlahan) pengguna total (surat suara) dibanding dengan suara total, itu ada selisih di hampir 33.000 TPS," ucap Hairul.

Berdasarkan data-data yang menurutnya janggal di dalam Sirekap itu, Hairul menilai bahwa terdapat dugaan bahwa jumlah perolehan suara yang diinput ke dalam sistem informasi itu sudah terpola sebelumnya.

"Ada potensi (data perolehan suara) yang sudah dipercaya (sebanyak) 43 juta (suara)," ucap dia.

Baca juga: Sidang MK, Ahli Sebut Ganjar Kalah di Lumbung Suara PDI-P karena Jokowi Intens Berkunjung

Ia juga mempersoalkan adanya 324.000 lebih foto formulir model C.Hasil.TPS yang berdasarkan pengamatannya, baru diunggah ke Sirekap lebih dari sehari setelah pencoblosan dan penghitungan suara dilakukan pada 14-15 Februari 2024.

Dari penilaiannya terhadap temuan-temuan itu, Hairul menganggap, ada jutaan suara yang dianggap tidak dapat dipercaya.

"Bisa dilihat ada perbedaan surat suara sah yang fatal, 23 juta lebih, sehingga saya bisa mengatakan ada kemungkinan suara yang tidak dapat dipercaya itu ada sekitar 23-38 juta dari halaman ini aja," ujar Hairul.


Sementara itu, KPU RI dalam catatannya kepada majelis hakim berulang kali menegaskan bahwa sistem informasi ini hanyalah alat bantu dan tidak dipakai sebagai dasar yang sah penghitungan suara secara resmi pada Pemilu 2024.

Baca juga: Connie Bakrie Dilaporkan ke Polisi karena Sebut Polri Punya Akses ke Sirekap

Lembaga penyelenggara pemilu itu dijadwalkan memberikan keterangan lengkap selaku termohon dalam sengketa Pilpres 2024 pada sidang besok, Rabu (3/4/2024).

Namun demikian, pada siang ini, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih sudah mendesak KPU RI untuk menyiapkan jawaban yang lebih komprehensif soal sejauh mana masalah Sirekap ini, selain terus-menerus berlindung di balik klaim bahwa Sirekap adalah alat bantu.

"KPU itu dalam jawabannya memang sangat minim sekali hanya menjelaskan alat bantu, titik di situ. Tolong diungkapkan sedemikian rupa komprehensifnya, apa sesungguhnya alat bantu Sirekap ini, hingga kemudian kita bisa tahu di mana perbaikan yang diminta oleh Bawaslu dan dilakukan oleh KPU," kata Enny.

Ia juga meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selaku pemberi keterangan juga membeberkan keterangan yang mendetail soal temuan Bawaslu sebelumnya terkait masalah akses Sirekap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com