Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Sidang MK, Ahli Sebut Jokowi Langgar Konstitusi dan Sejumlah UU karena Beri Bansos Sepihak

Kompas.com - 01/04/2024, 12:54 WIB
Ardito Ramadhan,
Fika Nurul Ulya,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan, pemberian bantuan sosial (bansos) secara sepihak oleh Presiden Joko Widodo ke masyarakat merupakan bentuk pelanggaran konstitusi dan sejumlah peraturan perundang-undangan.

Ini disampaikan Anthony di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang sengketa Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, Senin (1/4/2024). Anthony hadir sebagai ahli dari pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

“Pemberian bantuan sosial secara sepihak oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet 6 November 2023 setelah Undang-undang APBN Nomor 19 Tahun 2023 tentang APBN Tahun Anggaran 2024 diundangkan pada 16 Oktober 2023 tanpa persetujuan DPR dan tidak ditetapkan dengan undang-undang melanggar Pasal 23 Undang-undang Dasar,” kata Anthony dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta.

Menurut Anthony, Pasal 23 UUD 1945 mengamanatkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) wajib ditetapkan undang-undang setelah dibahas bersama DPR dan mendapat persetujuan DPR.

Baca juga: Di Sidang MK, Ekonom UI Sebut Suara Prabowo Hanya 42 Persen jika Tak Didukung Jokowi dan Bansos

Pada Agustus-Oktober 2023, pemerintah dan DPR membahas dan menetapkan UU APBN Tahun 2024.

Namun, pada 6 November 2023, Jokowi memutuskan untuk memperpanjang bansos hingga Juni 2024. Padahal, pemberian bansos tahun 2023 semestinya berakhir pada November 2023.

Selanjutnya, pada Desember 2023, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atas perintah Kepala Negara melakukan pemblokiran atau penyesuaian anggaran sebesar Rp 50,15 triliun.

Diakui oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto pada Februari 2024 bahwa pemblokiran anggaran di sejumlah kementerian/lembaga tersebut buat kepentingan bansos hingga Juni 2024.

“Pemberian bantuan sepihak oleh Presiden Joko Wisoso tanpa persetujuan DPR dan tidak ditetapkan dengan undang-undang juga melanggar Pasal 1 angka (7), Pasal 5 ayat (4), Pasal 11 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,” ujar Anthony.

Bahkan, menurut Anthony, penyimpangan kebijakan APBN 2024 dengan memperpanjang bansos dan tanpa persetujuan DPR serta tanpa ditetapkan dengan undang-undang termasuk kategori tindak pidana korupsi.

Ia mengutip Pasal 3 Ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi, “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun”.

Anthony menilai, penyimpangan APBN 2024 tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 50,15 triliun. Angka ini sesuai dengan nilai anggaran kementerian/lembaga yang diblokir untuk anggaran bantuan sosial.

“Penyimpangan kebijakan APBN 2024 untuk kepentingan politik yang menguntungkan anak Presiden, Gibran (Gibran Rakabuming Raka, cawapres nomor urut 2), melanggar Pasal 1 angka 5 dan Pasal 5 angka 4 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN,” kata Anthony.

“Pasal 1 angka 5 berbunyi, nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggaraan negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya di atas kepentingan masyarakat bangsa,” lanjutnya.

Baca juga: Momen Hotman Paris Ngotot Minta Ahli Jawab Pertanyaannya di Sidang MK

Adapun gugatan sengketa hasil Pilpres 2024 dimohonkan oleh pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar; dan pasangan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Dalam gugatannya ke MK, baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran didiskualifikasi.

Kedua pihak juga meminta MK membatalkan hasil Pilpres 2024 dan memerintahkan penyelenggaraan pemilu ulang.

MK memulai sidang sengketa hasil Pilpres 2024 pada Rabu (27/3/2024). Setelah digelar sidang pembacaan permohonan, persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi dan ahli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta 'Reimburse' Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta "Reimburse" Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Nasional
KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

Nasional
Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Nasional
Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Nasional
Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com