JAKARTA, KOMPAS.com- Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD berharap Mahkamah Konstitusi (MK) dapat menyelamatkan masa depan demokrasi dan hukum Indonesia dalam menangani sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Mahfud mewanti-wanti agar jangan sampai muncul persepsi di benak publik bahwa hanya orang-orang tertentu yang bisa memenangkan pemilihan umum.
"Jangan sampai timbul persepsi bahkan kebiasaan bahwa pemilu hanya bisa dimenangkan oleh yang punya kekuasaan atau yang dekat dengan kekuasaan dan mempunyai uang berlimpah," kata Mahfud dalam sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Baca juga: Kubu Ganjar-Mahfud: MK Harus Berani Diskualifikasi Prabowo-Gibran!
Menurut Mahfud, jika persepsi itu dibiarkan muncul, artinya ada kemunduran dalam demokrasi di Indonesia.
Mantan menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan ini pun berpesan agar hakim MK dapat bekerja dengan independen serta penuh martabat dan penghormatan.
Mahfud menekankan bahwa sengketa ini ia ajukan bukan untuk menang atau kalah, tapi mengedukasi bangsa Indonesia agar menyelamatkan masa depan dengan peradaban yang lebih maju.
"Bagi kami yang penting bukan siapa yang menang siapa yang kalah, bagi kami masalah ini adalah beyond election, melainkan harus merupakan edukasi kepada bangsa ini untuk menyelamatkan masa depan Indonesia dengan peradaban yang lebih maju," ujar dia.
Baca juga: 5 Petitum Ganjar-Mahfud dalam Sengketa Pilpres: Batalkan Hasil dan Pemilu Ulang Tanpa Prabowo-Gibran
Selain Ganjar-Mahfud, sengketa hasil Pilpres 2024 juga diajukan oleh pasangan calon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Dalam gugatannya ke MK, baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran didiskualifikasi.
Gibran dianggap tak memenuhi syarat administrasi, sebab KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023.
Dalam PKPU itu, syarat usia minimal masih menggunakan aturan lama sebelum putusan MK, yakni 40 tahun.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga telah menyatakan seluruh komisioner KPU RI melanggar etika dan menyebabkan ketidakpastian hukum terkait peristiwa itu.
Di samping itu, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud juga mendalilkan soal adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), dan terlanggarnya asas-asas pemilu di dalam UUD 1945.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.