JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu faktor yang diduga membuat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terlempar dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 adalah konflik internal yang tidak diselesaikan dengan baik.
"Secara institusional, PPP bolak-balik diterpa konflik internal bahkan dalam beberapa waktu berkepanjangan sehingga membuat citra partai berlambang Ka'bah menjadi terus terdegradasi," kata Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro saat dihubungi pada Jumat (22/3/2024).
Konflik internal PPP bahkan dimulai saat mereka masih menjajaki peluang koalisi dan sebelum tahapan Pemilu 2024 berjalan.
Pada saat itu, Suharso Monoarfa yang menjabat sebagai Ketua Umum dicopot mendadak dan digantikan oleh Mardiono.
Baca juga: PPP Bubarkan Bappilu, Buka Kemungkinan Evaluasi Sandiaga
Kemudian di tengah masa kampanye pemilihan presiden (Pilpres) 2024, sejumlah kader PPP menyatakan mendukung calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Padahal PPP sudah menyatakan dukungan politik kepada Capres-Cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
"Padahal embel-embel sebagai partai Islam lekat dengan standar yang tinggi," sambung Agung.
Agung juga menilai PPP kurang mempunyai sosok pemimpin yang kuat dan sanggup menyatukan kubu yang berseteru.
Baca juga: Ungkap Sinyal Nasdem dan PPP Merapat, Gerindra: Bagian Implementasi Politik Merangkul Prabowo
Padahal menurut dia, di tengah masa transisi atau pasca konflik diperlukan sosok ketua umum yang kuat.
Menurut Agung, hasil Pemilu 2024 seharusnya menjadi pelajaran buat PPP dalam menentukan manuver politik di masa mendatang.
Menurut hasil penghitungan akhir Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diumumkan pada Rabu (20/3/2024), PPP memperoleh suara 5.878.777 atau setara 3,8 persen.
Perolehan suara itu tidak memenuhi syarat ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang ditetapkan dalam UU Pemilu yakni sebesar 4 persen.
Baca juga: PPP Tak Lolos ke DPR, Sandiaga: Akan Diupayakan di Tahap Selanjutnya
Mereka merupakan salah satu partai politik dari era pemerintahan Orde Baru, selain Partai Golkar serta PDI-P yang merupakan transformasi dari PDI, yang masih berlaga di Pemilu.
Prediksi PPP tidak lolos ke parlemen pada Pemilu 2024 sudah diprediksi jauh-jauh hari melalui hasil jajak pendapat sejumlah lembaga survei.
Mulanya dengan merapatnya PPP ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) diharapkan bisa mengulang romantika politik pada Pemilu 1997 silam.
Pada saat itu faksi pendukung Megawati Soekarnoputri di Partai Demokrasi Indonesia (PDI) mengalihkan dukungan politik dan suara ke PPP akibat tekanan politik pemerintahan Orde Baru.
Baca juga: Respons PPP, PSI, dan Perindo Usai Gagal Melenggang ke Parlemen
Alhasil saat itu muncul istilah koalisi "Mega Bintang" karena PPP pada saat itu masih menggunakan lambang lama yakni bintang. Meski tidak memenangkan Pemilu 1997, tetapi PPP ketika itu memperoleh kenaikan suara cukup signifikan akibat manuver politik tersebut.
Akan tetapi saat ini PPP dalam kondisi terpuruk setelah gagal melewati ambang batas parlemen (parpol) sebesar 4 persen, yang ditetapkan kepada seluruh partai politik peserta Pemilu 2024.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.