JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Jojo Rohi mempertanyakan motif politik maupun motif ekonomi di balik pasal kontroversi soal penunjukkan Gubernur Jakarta dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Keistimewaan Jakarta (DKJ).
Salah satu pasal polemik itu adalah pasal 10 ayat (2) yang mengatur penunjukkan gubernur oleh presiden, usai Jakarta ke depan tidak lagi menyandang status daerah khusus ibu kota lewat berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN).
Jojo Rohi bertanya-tanya mengapa pemilihan gubernur Jakarta lewat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) justru diubah saat status Jakarta kelak bukan lagi daerah khusus ibu kota.
"Jadi kenapa ketika levelnya justru turun malah mekanismenya diubah? Padahal ketika masih DKI, itu pemilihannya langsung, itu menjadi pertanyaan besar. Ada motif politik atau motif ekonomi apa di balik itu?" kata Jojo Rohi kepada Kompas.com, Selasa (12/3/2024).
Baca juga: Pengamat Ingatkan Pemilihan Gubernur Jakarta Harus lewat Pilkada meski Nanti Bukan Ibu Kota Negara
Jojo Rohi menilai, pemilihan gubernur secara langsung oleh masyarakat dengan penunjukkan oleh presiden akan berimplikasi pada beberapa hal, termasuk loyalitas.
Pengamat politik ini beranggapan, loyalitas gubernur yang ditunjuk langsung oleh Presiden akan bertumpu pada atasan yang menunjuknya.
Sedangkan jika dipilih masyarakat secara langsung, loyalitas akan bertumpu pada masyarakat. Pemilihan kepala daerah oleh rakyat, menurut Jojo, akan memiliki legitimasi yang cukup kuat.
Dia pun mengaku tidak melihat urgensi RUU DKJ harus cepat disahkan.
"Saya sendiri tidak melihat bahwa ada urgensi yang cukup mendesak bahwa ini harus segera dibahas, apalagi dengan agenda untuk mengubah mekanisme pemilihan kepala daerah," ujar Jojo.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Penunjukan Gubernur Jakarta oleh Presiden Dianggap Kemunduran Demokrasi
Lebih lanjut, Jojo Rohi menyatakan, mekanisme Pilkada untuk memilih Gubernur Jakarta sudah benar.
Dia mengakui, masih terdapat berbagai masalah dalam prosesnya. Namun, perbaikan dalam proses tersebut adalah kuncinya, bukan mendegradasi pemilihan langsung melalui Pilkada.
"Tentu saja catatan-catatan itu tidak kemudian mendegradasikan mekanisme pemilihan secara langsung. Tinggal memperbaiki bagaimana kemudian proses pilkadanya, bisa berlangsung dengan jurdil (jujur, adil)," kata Jojo Rohi.
Sebelumnya diberitakan, wacana gubernur-wakil gubernur Jakarta ditunjuk presiden berdasarkan usulan DPRD di dalam RUU DKJ yang telah ditetapkan sebagai usul inisiatif DPR, menuai polemik.
Pasal 10 ayat 2 draf RUU DKJ berbunyi: "Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD".
Tujuh dari sembilan fraksi di DPR mengaku tak setuju dengan usulan tersebut. Sementara dua lainnya mengaku mengusulkan pasal itu, yakni Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Fraksi Gerindra.
Baca juga: Ketua Komisi II Bantah RUU DKJ Sengaja Dirancang untuk Beri Kewenangan Lebih pada Gibran
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.