JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Politik Eep Saefulloh Fatah menyebut, ada tiga lampu sorot yang menjadi perhatian semua pihak di dalam Pemilu 2024.
Pertama, Presiden Joko Widodo, yang menurutnya, telah melanggar konstitusi dan sejumlah aturan perundang-undangan.
"Dan saya tidak ingin mengulang. Itu bab yang sudah lewat. Semakin lama saya mengakses informasi lewat Youtube, terutama, semakin banyak orang yang berkeahlian menggambarkan dari perspektif mereka apa yang disebut sebagai pelanggaran konstitusi oleh Presiden Jokowi, pelanggaran sejumlah Undang-undang oleh Presiden Jokowi," kata Eep dalam acara Demos Festival Omon-omon Soal Oposisi yang ditayangkan di YouTube, dikutip Minggu (10/3/2024).
Baca juga: Implikasi Hak Angket Pemilu 2024
Menurut dia, Presiden telah melanggar aturan terkait pencalonan putranya, Gibran Rakabuming Raka, di dalam kontestasi Pilpres 2024.
Mahkamah Konstitusi yang pada saat itu dipimpin paman Gibran, Anwar Usman, telah memutuskan batas usia capres-cawapres yang pada akhirnya memberikan karpet merah bagi pencalonan Gibran, meski belum berusia 40 tahun.
"Pembiaran terhadap itu adalah dosa sejarah setiap orang di Indonesia. Pembiaran pelanggaran konstitusi dan Undang-undang oleh presiden, tidak boleh dilakukan, apapun hasilnya, bahwa perjuangan untuk menuntut agar ini diadili, ini diperkarakan, sampai tuntas kemudian ujungnya bisa ada pihak yang kalah dan menang secara politik, itu urusan yang lain," jelasnya.
Baca juga: Anggap Pemilu 2024 Mirip Era Orba 1971, JJ Rizal: Presiden Terlibat
Lampu sorot yang kedua yaitu penyelenggara pemilu, yang menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), mesti bersikap untuk menyikapi problematika pemilu saat ini.
Menurut CEO Pollmark Indonesia ini, KPU dan Bawaslu tidak bekerja maksimal di dalam proses penghitungan suara. Hal itu terlihat dari lambannya hasil penghitungan suara, meskipun mereka telah menggunakan teknologi pendukung.
"Ini adalah penghitungan suara paling lamban dan paling kisruh sepanjang kita menyelenggarakan pemilu. Dan celakanya itu terjadi pada saat untuk pertama kali kita menggunakan teknologi yang sebelumnya belum pernah kita punya, yang disebut artificial intelligent yang dengan sangat mudah memindai C.hasil menjadi data numerik ke dalam satu aplikasi yang dengan sangat segera bisa menyelesaikan seluruh penghitungan di Indonesia 823.220 TPS semestinya," ungkap Eep.
Baca juga: Sudirman Said Cerita Sempat Merasa Tak Berdaya Hadapi Dugaan Kecurangan Pemilu 2024
"Yang terjadi kemudian sampai dengan hari ini kekacauan berlapis lapis," lanjut dia.
Lampu sorot ketiga, menurut Eep, adalah kontestan Pilpres 2024.
Ia menilai, peserta Pilpres 2024 seharusnya hanya diikuti oleh dua pasangan calon (paslon).
Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinilai tidak sah secara hukum dan etik untuk ikut kontestasi Pilpres 2024.
"Di luar tiga pasang itu, ada satu peserta yang rajin membagikan bansos, menggerakan aparat dan lain-lain, ini peserta ilegal Pilpres 2024, namanya Joko Widodo. Ini satu. Satu lagi, masalahnya adalah (paslon) 02 dari sejak awal sudah tidak bisa diterima sebagai hukum sebagai peserta," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.