JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi menyatakan pihaknya menolak hasil Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sebagai alat bantu penghitungan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Ridho menyebut hasil penghitungan Sirekap menimbulkan keresahan masyarakat.
"Hasil penghitungan Sirekap telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat yang berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada penyelenggaraan pemilu," ujar Ridho dalam jumpa pers di kantornya, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (22/2/2024).
"Partai Ummat mendesak agar KPU segera menghentikan penggunaan Sirekap dan melakukan penghitungan secara manual," sambungnya.
Baca juga: Partai Ummat Dukung Siapa?
Ridho mengatakan, Partai Ummat merasa terjadi kezaliman berupa kecurangan yang masif pada perhelatan Pemilu 2024.
Namun, Ridho bersyukur Partai Ummat tidak sendiri karena memiliki konstituen dalam berjuang melawan kezaliman dan menegakkan keadilan.
"Tim pemenangan Partai Ummat menemukan lebih dari setengah suara Partai Ummat hilang terutama disebabkan oleh kekacauan Sirekap. Padahal aplikasi Sirekap merupakan basis utama penghitungan suara di seluruh tingkatan," tutur Ridho.
Ridho melihat adanya kecenderungan di mana partai-partai baru memperoleh suara yang relatif jauh di bawah ambang batas parlemen.
Baca juga: Mahfud: Sirekap Tidak Karuan, Katanya Sudah Diaudit Pihak Berwenang, Kapan?
Dia menyatakan akan terus mengumpulkan bukti yang merugikan Partai Ummat. Pada waktunya, Partai Ummat akan membawa bukti-bukti itu ke Bawaslu.
Ridho mengaku heran dengan banyaknya suara Partai Ummat di daerah potensial.
Lalu, kata dia, kekacauan penghitungan suara ini disebabkan oleh algoritma Sirekap yang ditengarai dibuat sedemikian rupa, sehingga menguntungkan pihak-pihak tertentu dan merugikan pihak-pihak lainnya.
"Partai Ummat juga menemukan balwa penempatan server aplikasi Sirekap di luar negeri. Hal ini jelas membahayakan penyelengaraan pemilu karena membuka pintu masuk manipulasi data hasil pemilu," katanya.
Menurut Ridho, meletakkan server pemilu di luar negeri melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Pasal 20 tentang keharusan keberadaan server di Indonesia untuk data penting yang menyangkut sektor publik dan menggunakan APBN.
Baca juga: KPU Anggap Sirekap Sebuah Kemajuan
Sementara itu, Partai Ummat turut melihat adanya cacat formil yang dilakukan oleh KPU dengan tidak ditempelkannya formulir hasil salinan di kantor-kantor kelurahan/desa, seperti diamanahkan oleh Pasal 66 ayat 4 PKPU Nomor 25 Tahun 2023.
"Padahal langkah tersebut seperti adalah tahapan wajib yang sangat penting sebagai bentuk transparansi proses penghitungan dan pemenuhan hak masyarakat," imbuh Ridho.