JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Mohammed Rycko Amelza Dahniel mengatakan, terdapat penurunan 100 persen aksi terorisme di tahun 2023 dengan tidak adanya aksi terorisme.
Namun, di balik hal tersebut, katanya, terdapat peningkatan dalam gerakan ideologi sistematis, masif, dan terencana untuk memperkuat organisasi dan gerakan ini menargetkan perempuan, anak-anak, dan remaja.
Ia mengatakan, berdasarkan data Indonesia Knowledge Hub on CT/VE (I-KHub) BNPT Counter Terrorism and Violent Extremism Outlook 2023, terdapat peningkatan dalam kategori intoleransi pasif menjadi intoleransi aktif dari 2.4 persen di tahun 2016 menjadi 5 persen di 2023, dan peningkatan pada kategori terpapar meningkat dari 0,3 persen menjadi 0,6 persen.
"Meskipun peningkatan migrasi ini hanya 1 digit, namun kelompok rentan ini adalah generasi penerus bangsa, dapat dibayangkan jika generasi penerus bangsa ini disusupi oleh paham radikal yang bahan baku utamanya adalah intoleransi tidak dapat menerima perbedaan, merasa paling benar, dan memaksakan kebenarannya kepada orang atau kelompok lain," ucap Kepala BNPT Mohammed Rycko Amelza Dahniel dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BNPT, 20 Februari 2024.
Baca juga: BNPT: 2023, Indonesia Zero Terrorist Attack
Rycko juga menyebutkan hal tersebut sebagai tantangan utama dalam menanggulangi aksi terorisme di Indonesia saat ini.
Oleh karena itu, pada tahun 2024 BNPT memiliki 7 program prioritas dengan Program "Perlindungan Perempuan, Remaja, dan Anak-Anak" menempati urutan pertama.
Diharapkan dengan adanya program tersebut dapat memperkuat upaya pencegahan yang wajib dilakukan sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2018 dan dapat mendukung terciptanya ketahanan masyarakat terhadap ancaman terorisme.
Sebelumnya, Rycko mengatakan, tidak ada aksi serangan terorisme secara terbuka sepanjang tahun 2023 merupakan prestasi luar biasa.
"Alhamdulillah sepanjang tahun 2023 tidak ada satu pun serangan teroris secara terbuka yang terjadi di Indonesia atau zero terrorist attack, ini merupakan prestasi yang luar biasa dan fenomena yang menjadi perhatian dunia," kata Rycko.
Baca juga: BNPT: Pandemi Covid-19 Lahirkan Teroris Lone Wolf
Rycko memaparkan, jumlah aksi terorisme di Indonesia terus turun sejak 2018 di mana terdapat 19 kasus, lalu 11 kasus masing-masing pada 2019 dan 2020, kemudian 6 kasus pada 2021 dan 2 kasus pada 2022.
"Indonesia yang setiap tahun selalu mencatat terjadi serangan teroris dan sebuah negara yang memiliki sel-sel jaringan teroris yang aktif namun mampu mencatat sejarah tidak ada satupun serangan terrorisme secara terbuka sepanjang tahun 2024," kata dia.
Menurut Rycko, hal ini merupakan buah dari kerja keras Detasemen Khusus 88 Anti-Teror Polri beserta TNI dan masyarakat luas yang mendukung penegakan hukum. Akan tetapi, Rycko mengingatkan bahwa capaian itu tidak boleh membuat semua pihak terlena karena terdapat tren peningkatan konsolidasi dan proses radikalisasi.
Baca juga: BNPT Klaim Serangan Teroris di Indonesia Turun 89 Persen sejak 2018
Ia menyebutkan ada tiga indikator yang menunjukkan hal itu, pertama adalah penguatan sel-sel terorisme.
"Yang ditunjukkan semakin meningkatnya jumlah pelaku yang ditangkap dan jumlah penyitaan senjata amunisi dan bahan peledak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya," kata Rycko.
Kedua, terjadi peningkatan pengumpulan dana untuk kegiatan terorisme dengan menggunakan berbagai cara dan memanfaatkan berbagai momentum. "Dan yang ketiga adalah terjadinya peningkatan proses radikalisasi dengan sasaran tiga kelompok rentan, perempuan anak-anak, dan remaja, proses radikalisasi dilakukan secara sistematis, masif dan terencana," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.