Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kematian Hampir 100 Orang, Beban Kerja Petugas Pemilu Dianggap Terlalu Berat

Kompas.com - 20/02/2024, 12:19 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menilai bahwa beban kerja badan ad hoc penyelenggara/petugas pemilu, mulai dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), pengawas TPS, PPS di tingkat kelurahan dan PPK di tingkat kecamatan masih terlalu berat.

Situasi ini ditengarai sebagai sebab sedikitnya 84 petugas pemilu tutup usia sejak hari pemungutan suara, berdasarkan data KPU dan Bawaslu hingga 18 Februari 2024.

Berdasarkan pendalaman BBC Indonesia, kematian petugas pemilu bahkan ditaksir sudah tembus 100 orang.

"Masih banyak kendala yang didominasi masalah teknis yang kemudian memicu petugas meninggal atau sakit, selain memang penghitungan secara manual atas lima surat suara sendiri sudah merupakan beban kerja yang berat dan butuh waktu lama untuk diselesaikan," ungkap Titi kepada Kompas.com, Selasa (20/2/2024).

Baca juga: Alasan PPS di Tangsel Buka Kotak Suara Sebelum Rekapitulasi, Hendak Foto C1 untuk Sirekap

Ia memberi contoh, para petugas KPPS menghadapi problem teknis yang menambah beban kerja mereka dan memicu stres.

Beberapa kejadian seperti surat suara yang datang terlambat, kurang, atau tertukar dengan dapil lain membuat petugas harus menunggu dan menghabiskan waktu lebih lama. Ini menambah tekanan kerja tersendiri untuk mereka.

Padahal, pemungutan suara hanya berlangsung 6 jam, lalu dilanjut dengan penghitungan suara yang harus rampung maksimum dalam 23 jam.

"Selain itu, ada mesin pengganda yang tidak berfungsi membuat para petugas harus menyalin manual salinan (formulir) C.Hasil yang harus diberikan kepada setiap saksi, pengawas TPS, dan PPK melalui PPS yang hadir pada hari yang sama," ucap Titi.

"Penyalinan itu makan waktu lama bahkan hingga subuh atau pagi hari berikutnya. Selain itu, mesin pengganda mengalami masalah dan kendala dalam pengoperasiannya dan membuat penyalinan menjadi terlambat dan menghambat penyelesaiannya," lanjut dia.

Baca juga: Bawaslu Periksa PPK dan PPS di Serpong Utara yang Buka Kotak Suara Sebelum Rekapitulasi

Beberapa peristiwa juga dianggap menjadi pemicu, seperti tidak sinkronnya data antara angka pengguna hak pilih dengan total suara sah ditambah suara tidak sah.

Belum lagi kejadian-kejadian seperti petugas KPPS mesti menghitung ulang berkali-kali jumlah surat suara secara manual, karena jumlahnya berbeda dengan yang diterima.

Titi menyebut, petugas KPPS masih mengalami kerumitan teknis yang tinggi di lapangan, dalam rentang waktu kerja yang sangat singkat.

Sementara itu, beban kerja tinggi dalam waktu kerja yang padat juga diderita oleh PPS (Panitia Pemungutan Suara) di kelurahan dan PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan).

"Mereka kerja nonstop sejak lama, termasuk mengadakan bimbingan teknis (bimtek) terhadap KPPS di kecamatan mereka. Petugas KPPS semua anggotanya dilatih, itu berat," ujar Titi.

Baca juga: Bawaslu Dapati Ada PPS Buka Kotak Suara Sebelum Rekapitulasi di Serpong Utara

Tak hanya itu, PPK dan PPS juga harus mengawal dan memastikan distribusi logistik pemilu ke TPS berjalan dengan tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat sasaran. Mereka pun harus mengikuti ragam pelatihan serta koordinasi jelang hari pemungutan suara.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com