JAKARTA, KOMPAS.com - Jurnalis senior Goenawan Mohamad menganggap bahwa Presiden Joko Widodo tidak memahami esensi Reformasi.
Hal ini ia sampaikan dalam pembacaan Maklumat Komunitas Utan Kayu terhadap Jokowi, Jumat (9/2/2024), berkaitan dengan tindakan Kepala Negara yang dinilai kian nyata berpihak dan menggunakan kewenangannya untuk cawe-cawe dalam Pemilu 2024.
"Jokowi tidak pernah aktif di bidang politik Reformasi. Saya kira pengalaman dan pengetahuan politiknya itu tidak sampai," kata Goenawan yang selama 9 tahun terakhir mendukung Jokowi itu.
Baca juga: Prabowo Sebut Orang yang Menjelekkan Jokowi dengan Istilah Antek Asing
"Dia waktu itu hanya pengusaha yang sukses di Solo, pengusaha furnitur. Jadi dia hanya menikmati Reformasi, tapi saya kira dia akhirnya tidak mengerti untuk apa Reformasi. Jadi kalau sekarang dia melanggar, ya karena dia tidak tahu kalau itu melanggar dan menginjak-injak orang-orang yang pernah diculik, dibunuh, atau dipenjara," ungkapnya.
Goenawan mengaku sedih karena impian untuk melihat Indonesia semakin baik dan tak lagi mengulangi trauma masa lalu terhambat dan hampir gagal dengan tindakan Jokowi.
"Sekarang ini kan nepotisme dikembalikan, korupsi tentu saja terjadi, juga ancaman pada kebebasan," ujar dia.
"Sekarang kita akan lihat, pemilihan umum kan dulu diorkestrasi oleh Soeharto, sekarang demikian juga. Jadi kalau nanti Prabowo menang, kemungkinan menang, itu saya sih sudah tahu, ya tidak bisa tidak. (Capres) yang lain kan melawan jenderal dan presiden sekaligus," tegas Goenawan.
Ia mengakui pernah mendukung Jokowi begitu setia, namun kini ia mengungkit "dosa-dosa" politik Jokowi terhadap lembaga-lembaga negara, mulai dari pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai runtuhnya marwah Mahkamah Konstitusi (MK).
Rival politik Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, baik Ganjar Pranowo-Mahfud MD serta Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar telah berulang kali melaporkan dugaan adanya penggunaan alat negara untuk mengintimidasi para pendukung mereka.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Ancam Gugat Jokowi Jika Somasi Tak Dipenuhi
Kedua kubu juga lantang mengkritik kejanggalan hingga pembengkakan anggaran untuk menggenjot pembagian bantuan sosial (bansos) yang dilakukan oleh Jokowi maupun menteri-menteri di kabinetnya yang merangkap sebagai ketua umum partai pendukung Prabowo-Gibran.
Pencalonan Gibran sendiri terbukti melibatkan pelanggaran etik mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga ipar Jokowi atau paman Gibran, Anwar Usman, melalui putusan janggal perubahan syarat usia minimum capres-cawapres.
Dari segi pemberantasan korupsi, peringkat Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi yang dirilis Transparency International turun tahun ini dengan skor yang stagnan.
Baca juga: Jokowi Janji Tidak Akan Berkampanye, Oso: Kalau Benar, Kita Masih Anggap Dia Presiden
"Akibatnya nanti kita akan punya negara yang tidak ada aturan dan itu berbahaya sekali. Begitu MK tidak dipercaya, nanti kalau ada perselisihan (hasil pemilu), siapa yang jadi wasit? Tidak ada. Wasit sekarang pemain," kata Goenawan.
"Dia akan merasa bahwa setelah dia tidak jadi presiden dia masih bisa mengontrol? Tidak bisa. Tidak ada dalam sejarah orang yang tidak punya jabatan resmi, punya akses kepada alat-alat kekuasan, pasti tidak sekuat dulu. Dia pikir dengan ada anaknya di istana dia bisa kontrol? Dia pikir bahwa Prabowo berjanji akan dipatuhi?" ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.