Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerakan Bhinneka Nasionalis Kritisi Sikap Cawe-cawe Presiden, Tuntut Jokowi Mundur

Kompas.com - 07/02/2024, 20:47 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Bhinneka Nasionalis (DPP GBN) menyampaikan seruan kebangsaan yang mengkritisi sikap Presiden Joko Widodo dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Budayawan dan politisi senior Eros Djarot saat di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (2/3/2023) malam.FADLAN MUKHTAR ZAIN Budayawan dan politisi senior Eros Djarot saat di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (2/3/2023) malam.

Ketua Umum DPP GBN, Erros Djarot menyinggung soal sikap Presiden yang dinilai melanggar hukum terkait dengan pencalonan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka dalam pemilu tahun ini.

Selain itu, pernyataan Presiden terkait keberpihakan dalam pemilu juga dinilainya menciderai kepercayaan masyarakat.

Baca juga: Setelah SBY dan Jusuf Kalla, Gerakan Nurani Bangsa Berencana Temui Jokowi

"Kita harus berani suarakan keluar (kepada) siapa pun. Karena hukum enggak pandang bulu. Siapapun yang melawan hukum dia harus berhadapan dengan lembaga hukum. Itu yang saya tahu," ujar Erros di Kantor DPP GBN, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2024).

"Apakah Jokowi tidak adil? Ya. Itu nanti dalam proses kita liat semua. Kira-kira judul ini relevan enggak sama suara batin masyarakat Indonesia? Paling enggak yang ada di sini? Apakah salah kita begini?" lanjutnya.

Sementara itu, pakar hukum yang juga Deputi Bidang Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD Todung Mulya Lubis menyatakan nepotisme sudah sangat terasa sejak Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan uji materi soal batas usia capres dan cawapres.

Sehingga menurutnya masyarakat yang punya akal sehat tidak akan membiarkan nepotisme terus terjadi.

"Buat saya, Indonesia yang sekarang ini bukan Indonesia yang saya kenal dulu. Jokowi yang saya kenal bukan lagi Jokowi yang dulu saya kenal. Sudah beda sama sekali," kata Todung.

"Kita tidak punya pilihan lain selain melawan semua itu. Satu-satunya yang kata yang seperti dikatakan Widji Thukul, lawan. Siapapun yang tidak adil, wajib diadili. Tidak ada bedanya Presiden dengan tukang becak, tidak ada bedanya Presiden dengan tukang bakso. Dan inilah yang harus kita tegakkan bersama-sama," lanjutnya.

Baca juga: Mahasiswa: Jokowi Sudah Lakukan Perbuatan Tercela, Kami Ingin Menjewernya

Oleh karenanya, GBN bersama masyarakat dan mahasiswa menyerukan lima hal, yaitu:

Pertama, perilaku politik Presiden Joko Widodo belakangan ini telah terlalu jauh mempermainkan dan merusak berbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Baik di bidang hukum, politik, ekonomi, sosial budaya, hingga ke arah ideologi Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa.

Kedua, saat ini semakin jelas bahwa secara etika dan moral berbangsa dan bernegara telah luluh lantak dan dihancurkan secara sistemik. Budaya gotong-royong yang menjadi landasan persatuan rakyat Indonesia, sebagai kekuatan, sebagai bangsa pejuang telah digerus oleh gaya kepemimpinan yang menggiring rakyat menjadi tercerai-bera dan kehilangan jati dirinya.

Jokowi, sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan justru menjadi sumber dari segala kekacauan, kekisruhan dan hingar-bingar sosial politik yang terjadi belakangan ini.

Baca juga: Ikut Paslon 02 Kampanye di Sumut, Maruarar Sebut Prabowo dan Jokowi Petarung tapi Saling Merangkul

Ketiga, Jokowi sebagai Presiden yang terlahir dari rahim gerakan reformasi 98 telah secara nyata dan terbuka mengkhianati cita-cita dan tujuan reformasi. Salah satu amanat dan cita-cita reformasi ad menjadikan Indonesia sebagai negara yang demokratis, anti korupsi, kolusi dan nepotisme. Negara yang berciri dan berjalan di atas azas clean good governance, amanat dan cita-cita reformasi 98 ini telah diabaikan oleh Jokowi di era kepemimpinananya.

Sehingga korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta mafia hukum justru bertumbuh subur di berbagai sendi penyelenggara negara. Praktik KKN dan mafia hukum yang berdampak sangat menyengsarakan rakyat dan mengancam keutuhan NKRI.

Keempat, Jokowi selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan seharusnya memfasilitasi proses pergantian kekuasaan melalui pemilu yang terselenggara secara jujur, adil, demokratis dan bermartabat.

Baca juga: Ikut Paslon 02 Kampanye di Sumut, Maruarar Sebut Prabowo dan Jokowi Petarung tapi Saling Merangkul

 

Namun, Jokowi justru telah menyalahgunakan kekuasaannya dengan berperan aktif menjadi promotor dan pendukung salah satu pasangan capres-cawapres. Dengan segala cara Jokowi berusaha memenangkan salah satu Paslon karena didorong nafsu kekuasaan dan membangun dinasti politik keluarga. Putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres untuk capres Prabowo Subianto.

Kelima, Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan harus menghentikan perilaku cawe-cawe yang bersifat destruktif dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2024. Presiden Jokowi wajib mengembalikan prinsip etika dan moral di tempat terhormat dan tertinggi sebagai pijakan politik kenegaraan.

Jika presiden tidak mampu melakukan itu, maka demi kebaikan semua pihak serta demi keutuhan bangsa maka Komunitas anti KKN dan anti politik dinasti menuntut Presiden Jokowi untuk mengundurkan diri sebagai Presiden RI. Sehingga Pemilu 2024 dapat berlanjut jujur, adil, demokratis dan bermartabat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com