JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Bhinneka Nasionalis (DPP GBN) menyampaikan seruan kebangsaan yang mengkritisi sikap Presiden Joko Widodo dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Ketua Umum DPP GBN, Erros Djarot menyinggung soal sikap Presiden yang dinilai melanggar hukum terkait dengan pencalonan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka dalam pemilu tahun ini.
Selain itu, pernyataan Presiden terkait keberpihakan dalam pemilu juga dinilainya menciderai kepercayaan masyarakat.
Baca juga: Setelah SBY dan Jusuf Kalla, Gerakan Nurani Bangsa Berencana Temui Jokowi
"Kita harus berani suarakan keluar (kepada) siapa pun. Karena hukum enggak pandang bulu. Siapapun yang melawan hukum dia harus berhadapan dengan lembaga hukum. Itu yang saya tahu," ujar Erros di Kantor DPP GBN, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2024).
"Apakah Jokowi tidak adil? Ya. Itu nanti dalam proses kita liat semua. Kira-kira judul ini relevan enggak sama suara batin masyarakat Indonesia? Paling enggak yang ada di sini? Apakah salah kita begini?" lanjutnya.
Sementara itu, pakar hukum yang juga Deputi Bidang Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD Todung Mulya Lubis menyatakan nepotisme sudah sangat terasa sejak Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan uji materi soal batas usia capres dan cawapres.
Sehingga menurutnya masyarakat yang punya akal sehat tidak akan membiarkan nepotisme terus terjadi.
"Buat saya, Indonesia yang sekarang ini bukan Indonesia yang saya kenal dulu. Jokowi yang saya kenal bukan lagi Jokowi yang dulu saya kenal. Sudah beda sama sekali," kata Todung.
"Kita tidak punya pilihan lain selain melawan semua itu. Satu-satunya yang kata yang seperti dikatakan Widji Thukul, lawan. Siapapun yang tidak adil, wajib diadili. Tidak ada bedanya Presiden dengan tukang becak, tidak ada bedanya Presiden dengan tukang bakso. Dan inilah yang harus kita tegakkan bersama-sama," lanjutnya.
Baca juga: Mahasiswa: Jokowi Sudah Lakukan Perbuatan Tercela, Kami Ingin Menjewernya
Oleh karenanya, GBN bersama masyarakat dan mahasiswa menyerukan lima hal, yaitu:
Pertama, perilaku politik Presiden Joko Widodo belakangan ini telah terlalu jauh mempermainkan dan merusak berbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Baik di bidang hukum, politik, ekonomi, sosial budaya, hingga ke arah ideologi Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa.
Kedua, saat ini semakin jelas bahwa secara etika dan moral berbangsa dan bernegara telah luluh lantak dan dihancurkan secara sistemik. Budaya gotong-royong yang menjadi landasan persatuan rakyat Indonesia, sebagai kekuatan, sebagai bangsa pejuang telah digerus oleh gaya kepemimpinan yang menggiring rakyat menjadi tercerai-bera dan kehilangan jati dirinya.
Jokowi, sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan justru menjadi sumber dari segala kekacauan, kekisruhan dan hingar-bingar sosial politik yang terjadi belakangan ini.
Baca juga: Ikut Paslon 02 Kampanye di Sumut, Maruarar Sebut Prabowo dan Jokowi Petarung tapi Saling Merangkul
Ketiga, Jokowi sebagai Presiden yang terlahir dari rahim gerakan reformasi 98 telah secara nyata dan terbuka mengkhianati cita-cita dan tujuan reformasi. Salah satu amanat dan cita-cita reformasi ad menjadikan Indonesia sebagai negara yang demokratis, anti korupsi, kolusi dan nepotisme. Negara yang berciri dan berjalan di atas azas clean good governance, amanat dan cita-cita reformasi 98 ini telah diabaikan oleh Jokowi di era kepemimpinananya.
Sehingga korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta mafia hukum justru bertumbuh subur di berbagai sendi penyelenggara negara. Praktik KKN dan mafia hukum yang berdampak sangat menyengsarakan rakyat dan mengancam keutuhan NKRI.
Keempat, Jokowi selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan seharusnya memfasilitasi proses pergantian kekuasaan melalui pemilu yang terselenggara secara jujur, adil, demokratis dan bermartabat.
Baca juga: Ikut Paslon 02 Kampanye di Sumut, Maruarar Sebut Prabowo dan Jokowi Petarung tapi Saling Merangkul
Namun, Jokowi justru telah menyalahgunakan kekuasaannya dengan berperan aktif menjadi promotor dan pendukung salah satu pasangan capres-cawapres. Dengan segala cara Jokowi berusaha memenangkan salah satu Paslon karena didorong nafsu kekuasaan dan membangun dinasti politik keluarga. Putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres untuk capres Prabowo Subianto.
Kelima, Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan harus menghentikan perilaku cawe-cawe yang bersifat destruktif dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2024. Presiden Jokowi wajib mengembalikan prinsip etika dan moral di tempat terhormat dan tertinggi sebagai pijakan politik kenegaraan.
Jika presiden tidak mampu melakukan itu, maka demi kebaikan semua pihak serta demi keutuhan bangsa maka Komunitas anti KKN dan anti politik dinasti menuntut Presiden Jokowi untuk mengundurkan diri sebagai Presiden RI. Sehingga Pemilu 2024 dapat berlanjut jujur, adil, demokratis dan bermartabat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.