Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DKPP: Putusan Etik soal KPU Tak Pengaruhi Pencalonan Gibran

Kompas.com - 05/02/2024, 15:09 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menegaskan bahwa putusan pagi tadi soal pelanggaran etik semua komisioner KPU RI dalam memproses pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres tidak berpengaruh terhadap pencalonan Gibran.

"Putusan DKPP murni tetang pelanggaran etik ketua dan anggota KPU," ujar Ketua DKPP Heddy Lugito kepada Kompas.com, Senin (5/2/2024).

"Tidak berpengaruh terhadap pencalonan capres dan cawapres," tegasnya.

Baca juga: DKPP Ungkap KPU Tak Segera Ubah PKPU Terkait Pencalonan Gibran

Sebelumnya diberitakan, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari, Senin (5/2/2024).

Hasyim dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta.

Baca juga: Ketua KPU Hasyim Asyari Terbukti Langgar Etik Terkait Pendaftaran Gibran Jadi Cawapres, Ini Penjelasan DKPP

Selain itu, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada 6 Komisioner KPU yakni August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holik.

Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023.

Ini diperlukan agar Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 selaku aturan teknis pilpres bisa segera direvisi akibat dampak putusan MK.

Baca juga: DKPP Ungkap KPU Buat Berita Acara Berkas Capres-Cawapres Tak Sesuai Tanggal Pendaftaran

"Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan," kata Wiarsa.

Menurut Wiarsa, dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang dalam masa reses.

Akan tetapi, kata Wiarsa, alasan dari KPU terkait keterlambatan permohonan konsultasi dengan DPR dan pemerintah usai putusan MK tidak tepat.

Baca juga: [HOAKS] Sidang DKPP Putuskan Gibran Tidak Sah Mengikuti Pilpres 2024

"DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib," ujar Wiarsa.

Selain itu, kata Wiarsa, DKPP menyatakan sikap para komisioner KPU dengan terlebih dulu menyurati pimpinan partai politik usai putusan MK tentang syarat batas usia capres-cawapres ketimbang melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah juga menyimpang dari Peraturan KPU.

"Para teradu dalam menaati putusan MK a quo dengan bersurat terlebih dulu kepada pimpinan partai politik adalah tindakan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan perintah pasal 10 Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan KPU," ucap Wiarsa.

Baca juga: DKPP Periksa Semua Komisioner Bawaslu, Dianggap Tak Cermat Rekrut Anggota Bawaslu Lahat

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com