Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Jika Tak Cuti, Posisi Jokowi Sama dengan ASN, Dilarang Beri Kode Dukungan

Kompas.com - 25/01/2024, 17:46 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, menegaskan bahwa posisi presiden, jika tidak cuti, sama dengan aparatur sipil negara (ASN) pada tahun politik.

Sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mereka sama-sama sebagai pejabat negara, yang dilarang berpihak atau menguntungkan dan merugikan salah satu peserta pemilu sebelum, saat, dan setelah masa kampanye.

"Posisi presiden dalam keadaan tidak cuti kampanye adalah bisa disamakan dengan posisi ASN yang wajib tidak berpihak. ASN saja dilarang pose menggunakan simbol atau gestur tertentu. Maka demikian pula dengan Presiden yang sedang melakukan tugas pemerintahan atau kenegaraan dan tidak sedang dalam keadaan cuti kampanye," ujar Titi kepada Kompas.com, Kamis (25/1/2024).

Baca juga: Jokowi Harap Investasi Perusahaan RI di Tanzania Segera Terealisasi

UU Pemilu melalui Pasal 299 dan 300 memang membolehkan presiden dan wakil presiden terlibat dalam kampanye asal cuti di luar tanggungan negara dan tak memakai fasilitas negara kecuali yang bersifat melekat.

Dalam hal ini, jika Joko Widodo ingin berkampanye untuk peserta pemilu tertentu, maka ia harus melakukannya sebagai Jokowi, bukan sebagai presiden.

Hal ini pernah dicontohkan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono di akhir masa jabatannya jelang Pemilu 2014.

Ia turun gunung menjadi juru kampanye Partai Demokrat, namun ia mengajukan cuti sebagai presiden.

Baca juga: Kritik Jokowi, Pengamat Ungkit SBY yang Cuti Saat Jadi Juru Kampanye pada 2014

Di luar kapasitasnya selaku presiden, SBY berhak melakukan hal tersebut karena ia berstatus ketua umum partai.

"Kalau tidak menyatakan terbuka soal keberpihakan dan dukungan atas calon tertentu yang kemudian diikuti pilihan untuk mengajukan kampanye sesuai prosedur yang ada, maka tindakan Jokowi yang menggunakan kode-kode yang dalam penalaran wajar terasosiasi pada pasangan calon tertentu, sudah dapat dianggap sebagai melakukan pelanggaran Pemilu atas ketentuan Pasal 282 dan Pasal 283 UU Pemilu," jelas Titi.

"Kalau dia mau ada gestur (mendukung calon tertentu), sederhana, ya cuti dong. Kalau tidak cuti dan itu dilakukan, itu merupakan bagian dari pelanggaran. UU Pemilu kita sangat ketat mengukur ketidakberpihakan itu," tambahnya.

Baca juga: Pernyataan Jokowi Boleh Memihak dan Kampanye Dianggap Bisa Mengancam Persatuan

Pernyataan Jokowi baru-baru ini bahwa presiden boleh memihak, Titi menegaskan, sangat bias. Ia menegaskan, yang boleh memihak adalah individu Jokowi "yang sedang menjabat dan kemudian mengambil cuti", bukan jabatan presiden itu sendiri.

"Kalau Jokowi yang sedang menjabat presiden itu aturannya lain lagi. Itu yang tidak dijelaskan (Jokowi) dan bisa menjadi bias di dalam konstruksi UU Pemilu yang meminta semua elemen pejabat negara, pemerintah dan fungsional, dan ASN, itu tidak berpihak sebelum, selama dan sesudah masa kampanye," bebernya.

Jokowi kian terang-terangan dukung Prabowo dengan simbol.

Sempat menyatakan akan cawe-cawe dalam Pemilu 2024 dan makan malam bersama capres nomor urut 2 Prabowo Subianto jelang debat ketiga, Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja menegaskan seorang presiden boleh memihak kepada calon tertentu.

Hal itu disampaikan Jokowi saat ditanya perihal menteri-menteri yang berasal dari bidang nonpolitik malah aktif berkampanye pada saat ini.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Nasional
Marinir Sebut Lettu Eko Tewas karena Bunuh Diri, Ini Kronologinya

Marinir Sebut Lettu Eko Tewas karena Bunuh Diri, Ini Kronologinya

Nasional
Ketua Komisi VIII Cecar Kemenhub Soal Pesawat Haji Terbakar di Makassar

Ketua Komisi VIII Cecar Kemenhub Soal Pesawat Haji Terbakar di Makassar

Nasional
MPR Akan Bertemu Amien Rais, Bamsoet: Kami Akan Tanya Mengapa Ingin Ubah UUD 1945

MPR Akan Bertemu Amien Rais, Bamsoet: Kami Akan Tanya Mengapa Ingin Ubah UUD 1945

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Mulai Diberangkatkan dari Madinah ke Mekkah

Jemaah Haji Indonesia Mulai Diberangkatkan dari Madinah ke Mekkah

Nasional
Bertemu PM Tajikistan di Bali, Jokowi Bahas Kerja Sama Pengelolaan Air

Bertemu PM Tajikistan di Bali, Jokowi Bahas Kerja Sama Pengelolaan Air

Nasional
Kementan Kirim Durian ke Rumah Dinas SYL, Ada yang Capai Rp 46 Juta

Kementan Kirim Durian ke Rumah Dinas SYL, Ada yang Capai Rp 46 Juta

Nasional
Momen Eks Pejabat Bea Cukai Hindari Wartawan di KPK, Tumpangi Ojol yang Belum Dipesan

Momen Eks Pejabat Bea Cukai Hindari Wartawan di KPK, Tumpangi Ojol yang Belum Dipesan

Nasional
Jokowi Bertemu Puan di WWF 2024, Said Abdullah: Pemimpin Negara Harus Padu

Jokowi Bertemu Puan di WWF 2024, Said Abdullah: Pemimpin Negara Harus Padu

Nasional
Menkumham Mengaku di Luar Negeri Saat Rapat Persetujuan Revisi UU MK

Menkumham Mengaku di Luar Negeri Saat Rapat Persetujuan Revisi UU MK

Nasional
Ekspresi Prabowo Diperkenalkan Jokowi sebagai Presiden Terpilih di WWF Ke-10 di Bali

Ekspresi Prabowo Diperkenalkan Jokowi sebagai Presiden Terpilih di WWF Ke-10 di Bali

Nasional
Pemerintah Diminta Aktif dan Perketat Pengawasan Pengelolaan Dana Desa

Pemerintah Diminta Aktif dan Perketat Pengawasan Pengelolaan Dana Desa

Nasional
4 Faktor Pemicu Dana Desa Jadi 'Lahan Basah' Korupsi

4 Faktor Pemicu Dana Desa Jadi "Lahan Basah" Korupsi

Nasional
Bamsoet Sebut Draf PPHN Sudah Tuntas, Bakal Disahkan MPR Periode Berikutnya

Bamsoet Sebut Draf PPHN Sudah Tuntas, Bakal Disahkan MPR Periode Berikutnya

Nasional
ICW Ragu Revisi UU Mampu Cegah Korupsi Dana Desa

ICW Ragu Revisi UU Mampu Cegah Korupsi Dana Desa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com