Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Dinilai Langgar UU karena Sebut Presiden Boleh Berpihak pada Pilpres

Kompas.com - 24/01/2024, 17:17 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melanggar aturan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu karena menyebut presiden boleh berkampanye dan memihak pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.

Padahal, menurut Ubedilah, UU Pemilu mengamanatkan beberapa ketentuan yang menekankan perlunya netralitas presiden.

"Misalnya Pasal 48 ayat (1) huruf b UU menetapkan bahwa KPU harus melaporkan pelaksanaan seluruh tahapan pemilu dan tugas-tugas lainnya kepada DPR dan Presiden," kata Ubedilah kepada Kompas.com, Rabu (24/1/2024).

"Artinya posisi struktural itu (KPU lapor ke Presiden) menunjukan bahwa Presiden bukan menjadi bagian yang terlibat dalam proses kontestasi elektoral, agar tidak ada abuse of power dalam proses pemilihan umum," sambungnya.

Baca juga: Jokowi: Presiden Boleh Kampanye, Boleh Memihak, tapi...

Lebih lanjut, Pasal 22 ayat (1) dan (2) UU Pemilu tersebut juga mengatur bahwa presiden memiliki peran dalam membentuk tim seleksi untuk menetapkan calon anggota KPU yang akan diajukan kepada DPR.

Posisi menetapkan tim seleksi KPU itu membuat Presiden berkewajiban untuk netral dalam seluruh proses pemilu.

"Sangat berbahaya jika posisi Presiden tidak netral sejak menyusun tim seleksi anggota KPU maka seluruh anggota KPU dimungkinkan adalah orangnya Presiden. Ini pintu kecurangan sistemik. Pada titik inilah Presiden berkewajiban netral," jelas Ubedilah.

Baca juga: Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak, Perludem: Jadi Pembenaran Aparat Tak Netral

Lebih jauh, Ubedilah menerangkan mengapa Presiden wajib untuk netral. Sebab, menurut UUD 1945, presiden disebut bukan sekadar jabatan politik, melainkan melekat pada dirinya sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.

Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, lanjut Ubedilah, presiden membawahi jutaan aparat penegak hukum baik polisi, tentara hingga aparatur sipil negara.

Presiden, jelas Ubedilah, ditetapkan oleh UU harus netral. Ia menilai, jika presiden tidak netral maka akan muncul persoalan turunan pada bawahannya.

"Cara berpikir Presiden Jokowi yang mengatakan boleh kampanye itu cara berpikir yang menempatkan Presiden semata-mata sebagai jabatan politik. Dia sangat keliru dan bahkan bisa melanggar UUD 1945," tutur Ubedilah.

"Mencampuradukkan antara jabatan politis, kepala negara dan kepala pemerintahan itu tidak dapat dibenarkan, itu bisa masuk kategori penyalahgunaan wewenang, abuse of power," tambah dia.

Ia menjelaskan, dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sangat jelas diatur agar tidak mencampuradukkan kewenangan.

"Mencampuradukkan wewenang itu sama saja bekerja di luar ruang lingkup bidang atau materi wewenang yang diberikan, dan/atau bertentangan dengan tujuan yang diamanahkan oleh wewenang tersebut. Karenanya Presiden Jokowi sesungguhnya telah nyata-nyata melanggar undang-undang," pungkasnya.

Baca juga: Sosok Misterius yang Acungkan Pose Dua Jari dari Dalam Mobil RI-1...

Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi mengatakan, seorang presiden boleh berkampanye dalam pemilihan umum (pemilu).

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Nasional
Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Nasional
BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

Nasional
Segini Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Segini Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Nasional
Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Nasional
Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Nasional
Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Nasional
MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

Nasional
Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Nasional
Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Nasional
Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Nasional
PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

Nasional
SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com