JAKARTA, KOMPAS.com - Dinamika cukup tinggi nampak dalam konstelasi politik Tanah Air setahun belakangan.
Proses pembentukan koalisi guna menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 sempat mengalami bongkar pasang.
Gejolak misalnya terjadi pada Koalisi Perubahan yang kini mengusung pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Awalnya, koalisi itu dibentuk oleh Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat pada 24 Maret 2023 dengan penandatanganan nota kesepakatan.
Baca juga: Gagap Gempita Koalisi Perubahan
Terdapat enam poin dalam nota kesepakatan tersebut, salah satunya yang cukup penting terletak pada poin tiga yang berbunyi:
Kami memberikan mandat penuh kepada calon presiden Sdr. H. Anies Rasyid Baswedan untuk memilih calon wakil presiden, dan membentuk pasangan yang mampu memenangkan Pemilu 2024, dengan kriteria sebagai berikut, (1) berkontribusi dalam pemenangan, diwujudkan dengan tingkat elektabilitas yang tinggi, dan tingkat kerentanan politik yang rendah, (2) berkontribusi dalam memperkuat, dan menjaga stabilitas koalisi, (3) berkontribusi dalam pengelolaan pemerintahan yang efektif, (4) memiliki visi yang sama dengan calon presiden, (5) berkomitmen membangun kebersamaan sebagai dwi-tunggal.
Secara sederhana, ketiga parpol sepakat untuk memberikan kewenangan pada Anies untuk memilih siapa figur cawapres yang akan menemaninya pada Pilpres 2024.
Tapi, sejak koalisi terbentuk, tiga parpol nampak memiliki pandangan yang berbeda soal siapa figur bakal RI-2.
Baca juga: Menguji Tekad Koalisi Perubahan Berlayar, Negosiasi Nasdem-Demokrat soal Cawapres Anies Jadi Kunci
Partai Demokrat kerap menunjukkan keinginannya untuk memasangkan Anies dengan ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Sementara, Partai Nasdem tak ingin figur itu dipilih dari tiga parpol tersebut. Sedangkan PKS kerap menyebut nama mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan atau Aher.
Manuver Surya Paloh dan Anies pilih Muhaimin
Keretakan di internal Koalisi Perubahan terus terjadi sejak Maret. Bahkan, dalam konferensi persnya, AHY sempat menyatakan bahwa tak ada kejutan dalam penentuan bakal RI-2.
Sementara, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali kerap memberikan pernyataan cukup keras pada Demokrat agar tak terus-terusan mendorong AHY menjadi cawapres Anies.
Ali juga sempat menjagokan nama putri Presiden ke 4 RI Yenny Wahid sebagai kandidat cawapres untuk Koalisi Perubahan.
Puncak keretakan di internal koalisi tersebut terjadi pada 31 Agustus 2023.