JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) bukan hanya arena untuk menyampaikan program, tapi juga ajang menguji kelayakan para pasangan calon (paslon).
Oleh karenanya, wajar jika antara satu kandidat dengan kandidat saling tanya jawab, atau bahkan saling menyanggah.
“Saling sanggah bukan berarti saling menjatuhkan, tapi justru bisa memperlihatkan fokus dan penguasaan calon pada tema dan isu debat,” kata Titi kepada Kompas.com, Kamis (7/12/2023).
Titi tak setuju jika mekanisme saling sanggah dalam debat capres dan cawapres dihilangkan.
Menurutnya, debat dengan skema saling bertanya dan melakukan pendalaman di antara para capres dan cawapres justru lebih menampilkan keotentikan dan orisinalitas.
Baca juga: Jadwal Lengkap Debat Capres-Cawapres 2024 dan Temanya
Lewat mekanisme saling sanggah ini, akan terukur bagaimana capres-cawapres menggali gagasan calon lain. Bakal terlihat pula sejauh mana penguasaan capres-cawapres atas program yang diusungnya.
Dengan demikian, publik akan lebih mudah menilai relasi para calon secara alamiah.
“Justru lebih genuine dan alamiah. Saya justru ingin agar sesi saling bertanya dan pendalaman antarcalon durasinya lebih panjang daripada menjawab pertanyaan dari moderator,” ujar Titi.
Mekanisme saling bertanya ini, kata Titi, juga memaksa capres maupun cawapres untuk berpikir dan mempersiapkan diri lebih maksimal akan visi, misi, dan gagasan yang hendak dielaborasi.
“Selain itu juga tidak akan membuka celah kecurigaan pertanyaan bocor dan lain-lain. Lebih otentik dan substantif,” katanya.
Lebih lanjut, Titi menyebut, debat capres-cawapres merupakan salah satu metode kampanye yang jangkauan audiensnya sangat besar karena disiarkan secara luas melalui media massa elektronik dan digital.
Baca juga: Soal Debat Pakai Bahasa Inggris, KPU: Rakyat Kita Bahasanya Bahasa Indonesia
Debat merupakan ajang adu gagasan dan program. Debat meniadi sarana pendidikan politik yang sangat baik kepada pemilih agar fokus pada politik gagasan sebagai pertimbangan dalam menentukan pilihan di hari pemilihan.
“Oleh karena itu, diharapkan calon bisa optimal memanfaatkan momen debat untuk mengurai visi besarnya untuk Indonesia dan mengedukasi publik soal praktik pemilu yang substansial dan bermartabat. Tidak sekadar jadi gimik panggung simbolik saja,” tutur pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia itu.
Sebelumnya, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mengusulkan saling sanggah dalam debat calon presiden dan calon wakil presiden 2024 untuk dihilangkan atau dikurangi porsinya.
Anggota Dewan Pakar TKN Drajat Wibowo mengakui bahwa pihaknya sudah mengusulkan hal itu dalam rapat antara timses pasangan calon dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).