Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TKN Prabowo-Gibran Sebut Anwar Usman Korban Kambing Hitam

Kompas.com - 30/11/2023, 16:39 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komandan Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Habiburokhman menyebut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman merupakan korban kambing hitam.

Adapun Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK berdasarkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Anwar Usman dianggap melakukan pelanggaran etik berat terkait putusan mengenai batas usia capres-cawapres yang memuluskan langkah putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto.

"Semakin terang dan jelas sebetulnya Bapak Anwar Usman ini korban kambing hitam ya. Orang yang sengaja dicari kesalahannya sekadar untuk melakukan legitimasi ya, terhadap di putusan MKMK," ujar Habiburokhman dalam jumpa pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Kamis (30/11/2023).

Baca juga: MK Tolak Gugatan Ulang Usia Capres-cawapres, Pelapor Khawatir Kasus Anwar Usman Berulang

Habiburokhman mengaku sudah berulang kali menegaskan bahwa dalam putusan MKMK, sama sekali tidak ada pembahasan dan pembuktian mengenai adanya intervensi oleh Anwar Usman.

Namun, intervensi kemudian dijadikan alasan untuk menjatuhkan hukuman pelanggaran berat terhadap Anwar Usman.

"Jadi dalam 400 halaman keputusan MKMK itu memang tidak ada. Kan kalau keputusan, dalam sebuah keputusan itu kan sebuah fakta diambil dari keterangan saksi dan petunjuk alat bukti. Dan dalam keputusan tersebut, seluruh saksi termasuk 9 orang hakim konstitusi selaku terlapor, termasuk 4 orang saksi fakta, tidak ada 1 orang pun yang menyampaikan keterangan terkait adanya intervensi," tutur dia.

Menurut Habiburokhman, tidak ada satu alat bukti pun yang menunjukkan terjadinya intervensi oleh Anwar Usman.

Baca juga: Siang Ini, MK Putuskan Gugatan Ulang Usia Capres-Cawapres Tanpa Anwar Usman

Maka dari itu, dia mempertanyakan kenapa Anwar Usman malah dihukum pelanggaran berat karena disebut membuka ruang intervensi terkait putusan soal batas usia capres-cawapres.

Habiburokhman bahkan menyebut putusan MKMK yang membuat Anwar Usman dicopot sebagai hal yang konyol.

"Dan ini, saya sampaikan diperkuat lagi ya dengan putusan MK Nomor 141 kemarin, kalau teman-teman cermati pasal, halaman 43 disebut ya, mahkamah berpendapat, dalil pemohon berkenaan dengan putusan MK Nomor 90 yang mengandung intervensi dari luar, konflik kepentingan, menjadi putusan yang cacat hukum menimbulkan ketidakpastian hukum serta mengundang pelanggaran prinsip negara hukum, tidak dapat dibenarkan," kata Habiburokhman.

Atas dasar itu, Habiburokhman mengatakan, tidak ada intervensi oleh Anwar Usman sehingga tak tepat jika Anwar disanksi pelanggaran berat.

"Di mana keputusan inilah yang kemudian dibawa-bawa terus dan dikait-kaitkan dengan kami pasangan Prabowo Gibran. Disebut diwarnai cacat hukum, diwarnai dengan cacat etika, dan lain sebagainya. Itu menurut kami salah satu yang hal yang terpenting," ujar dia.

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 pada sidang pembacaan putusan, Rabu (29/11/2023).

Kontroversi itu muncul karena dianggap menjadi jalan untuk memuluskan jalan Wali Kota Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai calon wakil presiden dalam Pilpres 2024.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com