JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menghadap ke Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin (27/11/2023).
Ia menyatakan, pertemuannya dengan Jokowi untuk membahas perdagangan kratom.
Daun kratom memiliki efek obat atau farmakologi seperti analgesik opioid (antinosiseptif). Pohon asli Asia Tenggara ini, pada bagian daunnya mengandung bahan kimia yang disebut mitragynine. Cara kerja zat ini seperti opioid, misalnya morfin.
"(Ke Istana) laporan pekerjaan, antara lain laporan mengenai jenis tanaman kratom," kata Zulhas saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat.
Baca juga: WN Australia yang Buat Obat dari Tanaman Kratom Tak Bisa Dijerat dengan UU Narkotika, Ini Alasannya
Ia menyampaikan, perdagangan kratom perlu diatur lantaran ada perbedaan cara pandang. Di satu sisi menguntungkan para petani di Kalimantan Barat.
Di sisi lain, Badan Narkotika Nasional (BNN) akan memasukan daun kratom ke dalam jenis narkotika golongan 1 lantaran memiliki efek samping yang membahayakan terlebih bila penggunaannya tidak sesuai takaran.
Tanaman ini kerap dijumpai di Kalimantan Barat, umumnya di Kabupaten Kapuas Hulu yang dikenal sebagai kratom atau purik.
"Itu kan menguntungkan petani di Kalimantan Barat, jadi untuk ditata perdagangannya. Itu saja dulu ya (yang dibahas dengan Presiden), yang lain enggak dibahas," beber Zulhas.
Sebelumnya diberitakan, Kemendag berencana menggenjot ekspor tanaman herbal kratom meskipun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melarang penggunaan daun kratom sebagai suplemen atau obat herbal.
Menurut Kemendag, tanaman herbal kratom memiliki potensi ekonomi yang cukup besar untuk pemasukan negara.
Baca juga: Pohon Kratom yang Efeknya Mirip Ganja Tumbuh Liar di Hutan Nunukan, BNN Awasi Ketat
"Itu lumayan besar potensi ekonominya. Saya lupa hitung-hitungannya, tapi dari sisi sumber daya alamnya kita cukup banyak, terutama di Kalimantan," ujar Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Didi Sumedi saat ditemui Kompas.com di Kantor Kementerian Perdagangan, Jumat (1/9/2023).
Oleh sebab itu, kementerian bakal berkoordinasi dengan BPOM dan BNN.
Namun dalam perjalanannya, Kemendag mengalami silang pendapat dengan Badan Karantina Indonesia (Barantin). Barantin menyatakan, Indonesia masih belum diperbolehkan untuk eskpor kratom.
Alasannya, kratom masih memerlukan penelitian khusus dari BRIN untuk memastikan tumbuhan itu layak konsumsi atau tidak.
Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Barantin Adnan mengatakan, pemerintah melalui BNN dan Kemenkes serta BRIN telah mengadakan rapat khusus untuk membahas kratom itu.
Dalam rapat itu, pemerintah sepakat Keratom tidak boleh diekspor jika hasil penelitian dari BRIN belum keluar untuk memastikan aman atau tidaknya tumbuhan herbal itu.
Baca juga: 112.000 Warga Hidupnya Bergantung Budi Daya Kratom, Gubernur Kalbar: Pelarangan Ditunda Dulu
"Iya belum boleh. Tetapi kalau ada perintah dari hasil penelitian (menyatakan) boleh dari mereka yah enggak masalah. Ini perlu menunggu sebentar lagi dari BRIN untuk itu," kata Adnan.
Sebagai informasi, berdasarkan catatan Kemendag sejak 2019 hingga 2022 nilai ekspor kratom selalu mengalami pertumbuhan dengan tren sebesar 15,92 persen per tahun.
Sementara di periode Januari-Mei 2023, nilai ekspor kratom Indonesia tumbuh 52,04 persen menjadi 7,33 juta dollar AS. Begitu pula dengan volume ekspornya, nilai pertumbuhannya sebesar 51,49 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun 2022.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.