JAKARTA, KOMPAS.com - Anak muda diharapkan sadar atau melek terhadap pentingnya politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebab, mayoritas anak muda akan menjadi pemilih pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI per Februari 2023, pemilih muda yang berusia maksimum 40 tahun pada hari pemungutan suara 14 Februari 2024, berjumlah 107 juta orang.
Dalam rangka menggerakan kesadaran politik di kalangan mahasiswa, BEM FEB UI turut menggelar seminar The 9th Seruni dengan tajuk "Pathway to The Promised Nation: Resolving Indonesia's Political Paradox through the 2024 Election".
Baca juga: Mahfud Yakin Panglima TNI Agus Subiyanto Netral pada Pemilu 2024
Salah satu pembicara dari unsur aktivis hak asasi manusia (HAM), Haris Azhar dalam paparannya mengatakan bahwa masyarakat Indonesia kerap memilih pemimpin dengan dasar kecocokan personal.
"Kita ini kebanyakan di antropologi masyarakat politik yang seperti Indonesia ini, kita ini yang mencari kecocokan pada si calon, 'wah dia ini mewakili saya, saya suka sama gayanya'. Kira-kira ini identitasnya cocok," ujar Haris di Balai Purnomo Prawiro, Universitas Indonesia, Depok, Rabu (22/11/2023).
Di situ, Pendiri Lokataru ini mengajak agar anak-anak muda lebih kritis dalam memilih pemimpin di Pemilu 2024.
Sebab, Haris mengatakan, tugas warga adalah mengkritisi pemerintahan dengan fakta-fakta.
"Contoh misalnya buat kita berpikir. Ada berapa menterinya Jokowi yang tertangkap KPK? Atau ketangkap Kejaksaan. Apa punishment politik kita pada rezim Jokowi?" ujar Haris kepada peserta seminar.
Baca juga: Pentingnya Netralitas Polri dalam Pemilu 2024
"Atau di sisi lain, sejumlah orang yang kita anggap cerdas dan tangkas disingkirkan. Orang-orang yang punya basis akademisinya bagus digeser oleh politisi dan pengusaha. Nah, apa punishment kita kepada kebijakan-kebijakan seperti itu. Itu lah gunanya pemilu," katanya lagi.
Haris memandang bahwa pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untuk mengintrospeksi pemerintahan yang tengah berjalan.
"Pemilu itu tempat kita untuk menghela nafas sebagai warga, melihat ke belakang si pemerintahan yang memimpin selama ini ngapain aja? Bikin apa? Apa growth-nya? Berapa sekolah dibangun dibandingkan berapa jalan tol dibangun? Berapa panjang jalan tol dibangun tapi sudah berapa panjang orang ngantri BPJS di rumah sakit?" ujarnya.
Sementara itu, narasumber lainnya, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menceritakan pengalamannya selaku akademisi yang turut terjun ke dunia politik.
Yusril mengungkapkan, pernah berkuliah di dua fakultas secara bersamaan. Di saat yang sama, ia juga mengaku aktif terlibat dalam kegiatan kemahasiswaan.
"Tapi saya bisa maintance waktu dengan baik, sehingga keterlibatan dalam politik juga tercapai, tapi akademik juga saya tidak tinggalkan," kata Yusril.
Baca juga: UU Pemilu: Pejabat-ASN Dilarang Gelar Kegiatan yang Berpihak ke Paslon Sebelum-Sesudah Kampanye