KOMPAS.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo menekankan pentingnya perbaikan sanitasi untuk menurunkan prevalensi stunting di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
"Jadi, kalau menurut saya, sebetulnya stunting ini sangat bisa diatasi, asalkan ada goodwill-nya. Agak berat mengatasi stunting di Kaltim itu masalah sanitasi. Memang sanitasi di sana itu, waduh, masih berat, meskipun sudah diberikan solusi bikin sanitasi, mereka masih nyaman buang air besar (BAB) di sungai," katanya.
Pernyataan itu disampaikan dr Hasto saat menjadi narasumber pada kegiatan Sharing Session Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten/Kota se-Kalimantan Timur 2023, Selasa (21/11/2023).
Adapun kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim.
Baca juga: Angka Pernikahan Dini Tertinggi di Kaltara, Kabupaten Nunukan Belum Jadi Kota Layak Anak
"Makanya saya pesan, bagaimana revolusi untuk sanitasi. Jadi, pertama revolusi kebijakan yang dikonvergensikan untuk nutrisi, gizi, pada sumber daya manusia (SDM), sama dikonvergensikan untuk biaya sekolah," ujar dr Hasto.
Ia menyampaikan bahwa GDPK terdiri dari lima aspek. Pertama, pengendalian kuantitas penduduk. Kedua, peningkatan kualitas penduduk. Ketiga, penataan persebaran dan pengarahan mobilitas penduduk.
Keempat, pembangunan keluarga berkualitas. Kelima, penataan data dan informasi kependudukan, serta administrasi kependudukan.
"Nah, sekarang ini kualitas itu menjadi penting saya yakin. Sehingga tidak hanya kuantitas saja, tapi kualitas," ujar dr Hasto.
Baca juga: Kelurahan Jatimulya Depok Dapat Penghargaan Bebas Stunting di Tengah Polemik Menu Makanan Tambahan
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa model pengentasan stunting di Indonesia dilakukan dengan fokus terhadap anak stunting. Salah satunya pendekatan melalui pos pelayanan terpadu (posyandu).
Indonesia, kata dr Hasto, harus memiliki posyandu untuk menimbang, mengukur berat badan dan tinggi badan anak.
Menurutnya, apabila hal tersebut diabaikan akan sangat berbahaya. Sebab pemerintah pusat jadi tidak mengetahui berapa banyak anak stunting atau tidak mencapai berat badan yang sesuai.
“Posyandu itu tidak ada di Amerika dan Singapura. Tapi kok sukses mengatasi stunting? Nah, itu karena mereka sudah mengatasi dari hulunya, itu lho, semua ibu hamil dan bayi bawah lima tahun (balita), hingga bayi dapat paket seperti susu. Mereka tidak perlu posyandu (karena) semua (program sampai eksekusi) sudah bagus,” jelasnya.
Baca juga: Program Pangeran Diponegoro dari Pemkot Semarang Raih Top 45 Inovasi Pelayanan Publik 2023
Tak lupa dr Hasto menyampaikan apresiasi kepada Provinsi Kaltim yang telah mencapai angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) di angka 2,18 meski belum merata di semua kabupaten atau kota.
"TFR-nya tinggi enggak apa-apa, tetapi jaraknya, jarak kelahiran harus diatur," kata Kepala BKKBN ini.
Ia mengatakan, apabila Kaltim ingin meningkatkan kualitas SDM, maka harus dimulai sejak 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) seorang bayi. Pasalnya otak manusia diciptakan di rentang masa ini.