JAKARTA, KOMPAS.com - Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan, aparat pemerintah tidak perlu terlalu sering menyatakan netral dalam pemilihan umum (pemilu) di hadapan publik.
Menurutnya, yang terpenting adalah bagaimana mereka menerapkan netralitas itu di lapangan, alih-alih sekedar deklarasi.
Fadli menegaskan, tidak ada gunanya kata-kata netralitas terus disampaikan tetapi dalam praktiknya tidak dilaksanakan saat bertugas.
Baca juga: Perludem Heran KPU Tak Revisi Aturan Caleg Perempuan padahal Sudah Diputus MA
"Aparat pemerintah itu kan enggak perlu dia mengatakan netral di publik terlalu sering. Tapi yang paling penting adalah mereka mengimplementasikan bersikap netral tidak berpihak dan tidak curang itu dalam tindak tanduk dan kegiatannya, aktivitasnya sehari-hari," ujar Fadli dalam diskusi yang membahas netralitas dalam Pemilu 2024 yang digelar di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat, Sabtu (18/11/2023).
"Untuk apa kemudian berulang kali bilang netral, tidak akan berpihak di depan publik, tapi ketika melaksanakan tugas-tugas yang tidak tercover atau tidak terpublikasikan di ruang publik itu dikerjakan sebaliknya. Nah ini yang menjadi khawatir," tuturnya.
Fadli pun menyinggung soal kondisi Pemilu 2024 yang memiliki sisi negatif dan positif.
Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud Nilai Pernyataan Aiman Seharusnya Jadi Ujian Netralitas Kepolisian
Sisi negatifnya, kali ini adalah pertama kalinya terjadi manipulasi kerangka hukum untuk pemilu secara sedemikian rupa. Tujuannya agar kerabat dan anak bisa menjadi peserta pemilu.
"Itu enggak ada di pemilu sebelumnya. Itu negatifnya," katanya.
Di sisi lain, sisi positif Pemilu 2024 yakni sebanyak 54 persen pemilih berusia 40 tahun ke bawah atau pemilih muda.
Dengan begitu, ada harapan bahwa pemilih muda yang jangkauan informasinya lebih luas bisa mendapatkan gambaran terkait proses penyelenggaraan pemilu.
"Mereka kita harapkan juga bisa jauh lebih kritis dengan uang interaksi yang intensif antara pemilih dengan peserta pemilu bisa meningkat," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.