JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI telah menerima 3 laporan ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN) yang dilakukan oleh penjabat (pj) bupati.
Namun demikian, Bawaslu enggan membeberkan bentuk dugaan pelanggaran netralitas ASN oleh pj bupati itu dan di daerah mana saja hal itu terjadi.
"Masih kajian," kata Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data-Informasi Bawaslu RI, Puadi, kepada Kompas.com, Jumat (17/11/2023).
Kajian ini dilakukan Bawaslu untuk menentukan apakah laporan dugaan pelanggaran itu memenuhi syarat formil dan materiil.
Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud Nilai Pernyataan Aiman Seharusnya Jadi Ujian Netralitas Kepolisian
Jika memenuhi, maka Bawaslu akan menggelar sidang pleno untuk meregistrasi laporan itu sebagai perkara yang akan mereka sidangkan.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menegaskan bahwa dalam penanganan pelanggaran netralitas ASN, Bawaslu bukan menjadi pihak yang berwenang menjatuhkan sanksi.
"Kami yang menentukan itu pelanggaran atau bukan," kata dia ketika ditemui pada Jumat malam.
Di luar 3 laporan terkait pj bupati ini, Bawaslu juga sedang memproses 15 laporan dugaan pelanggaran administrasi lainnya, terhitung sejak sejak penetapan daftar calon tetap (DCT).
Baca juga: Jokowi Sampaikan 3 Hal Penting di ABAC ASEAN Caucus Day, Transisi Energi hingga Netralitas Karbon
Sebagai informasi, sebelumnya KPU telah menetapkan DCT Pileg 2024 DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD pada 3 November 2023, serta DCT Pilpres 2024 Pada 13 November 2023.
"Sebagian sudah pleno (untuk diregistrasi sebagai perkara dan disidangkan), sebagian proses kajian (sebelum diregistrasi)," kata Puadi.
Beberapa perkara yang sudah diregistrasi akan disidangkan pada Senin (20/11/2023) dan Selasa (21/11/2023), di antaranya laporan dari koalisi masyarakat sipil terhadap KPU RI berkaitan dengan tidak terpenuhinya keterwakilan 30 persen caleg perempuan di banyak daerah pemilihan (dapil) DPR RI.