Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejagung: Tersangka Kasus BTS 4G Kominfo Edward Hutahaean Juga Jabat Komisaris di BUMN

Kompas.com - 16/10/2023, 12:46 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengungkapkan bahwa salah satu tersangka di kasus BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Edward Hutahaean (EH) juga menjabat komisaris di salah satu perusahaan BUMN.

Edward ditetapkan tersangka pada Jumat (13/10/2023). Edward diduga menerima suap serta gratifikasi terkait kasus korupsi proyek pembangunan menara BTS 4G yang tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung.

"Status Edward ini sebagai seorang pegawai negeri. Edward ini juga sebagai komisaris di PT Pupuk BUMN," ujar Ketut di Kejagung, Jakarta, Senin (16/10/2023).

Adapun, Edward diduga menerima uang suap atau gratifikasi sekitar Rp 15 miliar dalam kasus ini.

Baca juga: Kejagung Sita Dokumen hingga Bukti Elektronik Terkait Perkara BTS 4G dari Rumah Sadikin Rusli

Menurut Kuntadi, pihaknya juga akan mendalami ke mana saja aliran dana Rp 15 miliar yang diterima Edward.

"Sampai saat ini kita juga dalami aliran dana 15 miliar ini kemana saja. Dan saya nyatakan di sini bahwa clear tidak ada hubungan dengan teman-teman penyidik di Jampidsus Kejagung," ucapnya.

Akibat perbuatannya, Edward disangka melanggar Pasal 15 atau Pasal 12B atau Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Baca juga: Update Daftar Tersangka Kasus Korupsi BTS 4G, Terbaru Sadikin Rusli

Diketahui, uang Rp 15 miliar yang diterima Edward diduga berasal dari dua terdakwa kasus korupsi BTS 4G Kominfo yakni mantan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak (GMS) dan eks Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan (IH).

Sebelumnya, Kuntadi menjelaskan perbuatan Edward sudah masuk dalam katagori permufakatan jahat terkait penyuapan.

 

"Pemufakatan jahat adalah kesepakatan untuk melakukan kejahatan didalam UU Korupsi pemufakatan tersebut dinyatakan sebagai delik selesai. Jadi tidak harus uang tersebut sampai kepihak ingin dia suap," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Buntut Kecelakaan di Subang, Kemenhub dan Polri Cek Massal Kelayakan Bus Pariwisata di 6 Provinsi

Buntut Kecelakaan di Subang, Kemenhub dan Polri Cek Massal Kelayakan Bus Pariwisata di 6 Provinsi

Nasional
'Revisi UU MK Bukan soal Penegakkan Konstitusi, Ini soal Kepentingan Politik Jangka Pendek'

"Revisi UU MK Bukan soal Penegakkan Konstitusi, Ini soal Kepentingan Politik Jangka Pendek"

Nasional
KPK Tahan 2 Tersangka Baru Kasus Subkontraktor Fiktif di BUMN PT Amarta Karya

KPK Tahan 2 Tersangka Baru Kasus Subkontraktor Fiktif di BUMN PT Amarta Karya

Nasional
KPU Jamin Satu Keluarga Tak Akan Pisah TPS pada Pilkada 2024

KPU Jamin Satu Keluarga Tak Akan Pisah TPS pada Pilkada 2024

Nasional
Fraksi PDI-P Usul Presiden Konsultasi dengan DPR soal Jumlah Kementerian, Gerindra: Sangat Tidak Mungkin!

Fraksi PDI-P Usul Presiden Konsultasi dengan DPR soal Jumlah Kementerian, Gerindra: Sangat Tidak Mungkin!

Nasional
Di Sidang Ke-33 CCPCJ Wina, Kepala BNPT Ajukan 3 Pendekatan untuk Tangani Anak Korban Tindak Pidana Terorisme

Di Sidang Ke-33 CCPCJ Wina, Kepala BNPT Ajukan 3 Pendekatan untuk Tangani Anak Korban Tindak Pidana Terorisme

Nasional
KNKT Pastikan PO Bus yang Dipakai SMK Lingga Kencana Depok Tak Berizin

KNKT Pastikan PO Bus yang Dipakai SMK Lingga Kencana Depok Tak Berizin

Nasional
Polri Bidik Pengusaha Bus Jadi Tersangka Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana

Polri Bidik Pengusaha Bus Jadi Tersangka Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana

Nasional
KPU Siapkan TPS Lokasi Khusus untuk Pilkada 2024

KPU Siapkan TPS Lokasi Khusus untuk Pilkada 2024

Nasional
Revisi UU MK, Usul Hakim Konstitusi Minta 'Restu' Tiap 5 Tahun Dianggap Konyol

Revisi UU MK, Usul Hakim Konstitusi Minta "Restu" Tiap 5 Tahun Dianggap Konyol

Nasional
Deretan Sanksi Peringatan untuk KPU RI, Terkait Pencalonan Gibran sampai Kebocoran Data Pemilih

Deretan Sanksi Peringatan untuk KPU RI, Terkait Pencalonan Gibran sampai Kebocoran Data Pemilih

Nasional
DPR Berpotensi Langgar Prosedur soal Revisi UU MK

DPR Berpotensi Langgar Prosedur soal Revisi UU MK

Nasional
Bus yang Alami Kecelakaan di Ciater Hasil Modifikasi, dari Normal Jadi 'High Decker'

Bus yang Alami Kecelakaan di Ciater Hasil Modifikasi, dari Normal Jadi "High Decker"

Nasional
KPU Tegaskan Caleg DPR Terpilih Tak Akan Dilantik jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg DPR Terpilih Tak Akan Dilantik jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Dirjen Kementan Mengaku Diminta Rp 5 Juta-Rp 10 Juta Saat Dampingi SYL Kunker

Dirjen Kementan Mengaku Diminta Rp 5 Juta-Rp 10 Juta Saat Dampingi SYL Kunker

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com