JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menduga ada benturan kepentingan dalam proses uji materi aturan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Benturan kepentingan terkait adanya satu nama di bawah usia 40 tahun yang belakangan beredar disandingkan sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres), yakni Gibran Rakabuming Raka.
Menurut Bivitri, benturan kepentingan itu tak terlepas dari status Ketua MK Anwar Usman yang merupakan paman ipar dari Gibran.
"Yang kita punya masalah, ada benturan kepentingan antara Ketua MK dengan satu nama di bawah 40 tahun yang sudah beredar, yaitu Gibran. Apa tuh kaitannya? Kan kita tahu sebenarnya Ketua MK adalah paman dari Gibran," kata Bivitri dalam diskusi bertajuk "MK: Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Kekuasaan?" yang digelar di Sadjoe Cafe and Resto, Tebet, Jakarta, Minggu (15/10/2023).
Baca juga: Jimly Asshiddiqie Sebut Gugatan Batas Usia Cawapres Open Legal Policy
Diketahui, gugatan batas minimal capres-cawapres dalam Undang-undang (UU) Pemilu digugat, yang tadinya minimal 40 tahun ingin diubah menjadi 35 tahun.
Lebih lanjut, Bivitri juga mengungkapkan bahwa belakangan juga beredar meme Mahkamah Keluarga serta olok-olok lagu anak "Paman Datang" yang liriknya diubah menjadi "Pamanku dari MK".
Bivitri mengaku terhibur dengan adanya konten itu. Di sisi lain, ia juga merasa miris dengan situasi di MK saat ini.
"Sebenarnya itu mengerikan karena MK sudah diolok-olok sedemikian rupa. Padahal MK tugasnya bukan sampai besok, tapi sampai ke depannya bahkan memutuskan hasil pemilu," ujar dia.
Selain itu, Bivitri juga menekankan pentingnya legitimasi MK sebagai lembaga peradilan hukum.
Baca juga: Kredibilitas MK Dipertaruhkan Jelang Putusan Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres
Menurutnya, legitimasi MK adalah kepercayaan publik serta etikanya.
Selain itu, ia pun menyoroti soal adanya kerusuhan usai Pemilu tahun 2019 lalu.
Kala itu, kerusuhan tidak meluas lantaran MK memutuskan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai pemenang sengketa Pemilu 2019.
"Bayangkan kalau legitimasi MK itu sudah hancur betul diolok-oloknya sudah luar biasa mulai dari lagu meme mahkamah keluarga dan sebagainya," lanjutnya.
Bivitri berpandangan legitimasi MK hilang lantaran putusannya dinilai buruk oleh masyarakat.
"Jadi kalau ada yang bilang, kok nuduh-nuduh sih pamannya bermain-main, bukan nuduh tapi dalam konteks gantungan legitimasi tadi, ada etik yang harusnya dalam tanda kutip setinggi langit. Dia enggak boleh berkomentar apapun mengenai perkara yang sedang dihadapi," ucapnya.
Baca juga: Jelang MK Putuskan Batas Usia Capres-Cawapres, Menghitung Hari Menuju Pendaftaran Pilpres