Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilkada 2024 Maju, KPU Kaji Solusi PPS-PPK yang Berpotensi "Double Job"

Kompas.com - 25/09/2023, 08:12 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengeklaim sedang mengkaji solusi atas kemungkinan para petugas badan ad-hoc di bawah naungan KPU bekerja dobel (double job), sehubungan dengan majunya Pilkada 2024.

Badan ad-hoc ini merupakan panitia/petugas yang direkrut untuk waktu tertentu alias tidak permanen, seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

"Sedang kita kaji, karena kan mengerjakan dua hal yang berbeda, satu mengerjakan pemilu, satu mengerjakan pilkada," ucap Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari kepada wartawan, Minggu (24/9/2023).

"Anggarannya kan juga beda. Pemilu berasal/bersumber dari APBN, kalau pilkada bersumber dari APBD," lanjutnya.

Baca juga: KPU: Pilkada Dipercepat Tak Bikin Waktu Hitung Suara Pemilu 2024 Dipangkas

Hasyim menilai, terbuka lebar kemungkinan pihaknya kembali membuka seleksi untuk rekrutmen anyar petugas badan ad-hoc khusus untuk Pilkada 2024.

Sebab, jika mengandalkan badan ad-hoc yang sebelumnya menyelenggarakan Pemilu 2024, maka beban kerja yang bersangkutan akan bertambah.

Sementara itu, berdasarkan Standar Biaya Masukan Kementerian Keuangan, mereka tidak boleh menerima pendapatan/honorarium ganda (double income).

"Sangat ada kemungkinan misalnya merekrut badan ad-hoc yang baru," kata Hasyim.

"Kalau memang tetap (mempekerjakan badan ad-hoc Pemilu 2024 untuk Pilkada 2024), harus kita pikirkan juga, mengerjakan dua hal yang berbeda, bukannya berat, kemudian mendapatkan honor dari APBD," imbuhnya.

Baca juga: Kaesang Gabung PSI, Pengamat: Paling Mungkin Pilkada

Sebelumnya, problem yang sama juga diungkapkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI di dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI, Rabu (20/9/2023).

Di dalam rapat itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memaparkan soal rencana pemerintah mempercepat Pilkada 2024 3 bulan, dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September, melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pilkada.

"Bisa saja ada konsekuensi kenaikan honorarium. Atau, konsekuensi bagi kami, misalnya tidak dilakukan itu, di seluruh daerah yang melakukan pilkada ada 2 panitia pengawas (masing-masing untuk pemilu dan pilkada)," ungkap Koordinator Divisi SDM, Organisasi, dan Diklat Bawaslu RI, Herwyn JH Malonda, dalam rapat tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com