Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat Punya Kans Masuk Koalisi Lain Jika Tak Syaratkan AHY Cawapres

Kompas.com - 10/09/2023, 05:30 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrat dinilai bisa diterima oleh poros manapun usai keluar dari "Koalisi Perubahan", jika mereka tidak mensyaratkan sang Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) sebagai harga mati.

Partai Demokrat saat ini sedang menjajaki koalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang mengusung bakal capres Ganjar Pranowo, dan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung bakal capres Prabowo Subianto.

"Ketika Demokrat ingin masuk ke koalisi PDI-P atau KIM, otomatis peluang pencawapresan AHY mengecil," kata Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro saat dihubungi pada Sabtu (9/9/2023).

Agung menilai Demokrat juga mesti realistis ketika akan merapat ke PDI-P dan KIM karena kedua koalisi itu sudah memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

"Karena Demokrat hanya sebagai 'partai pelengkap' setelah PDI-P memastikan ambang batas presiden (presidential threshold) sebagaimana KIM. Yang terpenting Demokrat bisa segera bersikap dan memiliki peran strategis dalam Pilpres 2024," ujar Agung.

Baca juga: Demokrat Akui Sandiaga Uno Pernah Ajak Bentuk Koalisi Bersama

Agung mengatakan, bila yang diangkat adalah konteks sejarah, maka potensi Demokrat merapat ke KIM lebih besar daripada ke Koalisi PDI-P.

Penyebabnya terdapat konflik pribadi antara Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat sekaligus Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri, akibat persaingan politik dalam Pilpres 2004 dan 2009.

Saat itu SBY yang berada dalam kabinet memutuskan maju sebagai capres dan bersaing dengan Mega.

Pasangan Mega-Hasyim Muzadi kalah dari SBY-Jusuf Kalla pada Pilpres 2004.

Mega kembali mencoba bersaing dengan SBY pada Pilpres 2009. Mega yang berpasangan dengan Prabowo Subianto kalah dari SBY-Boediono.

Baca juga: Bakal Temui Puan Maharani, Demokrat: Tunggu Tanggal Mainnya

Meski hubungan SBY dan Mega tidak harmonis, tetapi menurut Agung jika dilihat dari konteks politik saat ini maka peluang koalisi antara Demokrat dan PDI-P masih terbuka.

"Ada konteks politis yang bisa dijadikan dasar untuk mengubah peta politik sekaligus narasi di publik, bahwa saat PDI-P dan Demokrat bersama terwujud rekonsiliasi nasional yang diharapkan bisa merekatkan kohesi sosial di antara sesama anak bangsa," ujar Agung.


"Di titik inilah, kemungkinan konteks historis dan konteks politis ini dijadikan basis keputusan bagi Demokrat dan PDI-P mengemuka," sambung Agung.

Sebelumnya diberitakan, Demokrat berharap bisa berkoalisi dengan PDI-P dalam posisi yang setara dan sejajar.

"Kita ingin, berharap bisa diterima di koalisi atau kerja sama yang mengedepankan prinsip kesejajaran dan kesetaraan, sesuai dengan apa yang prinsipnya Bung Karno," kata Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra saat dihubungi Kompas.com, Jumat (8/9/2023).

Baca juga: Demokrat Ungkap Rencana Bertemu Prabowo Dalam Waktu Dekat

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com