Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudi Hartono
Penulis Lepas dan Peneliti

Penulis lepas dan pendiri Paramitha Institute

Koalisi Gemuk Bukan Kunci Kemenangan di Pilpres

Kompas.com - 30/08/2023, 11:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

LAPANGAN politik menuju Pemilu 2024 masih sangat cair. Meski koalisi partai politik pendukung capres mulai mengerucut pada tiga kubu, interaksi antarpartai dan manuver elite-elitenya masih berpotensi menghadirkan kejutan politik.

Ketika koalisi politik tidak berpijak di atas ideologi atau program politik, maka membaca manuver elite parpol tak ubahnya membaca arah jalan sopir bajaj; sulit ditebak.

Namun, ada yang menarik dalam dua minggu terakhir. Koalisi Indonesia Bersatu, yang dibangun oleh PPP, Golkar, dan PAN pada pertengahan Mei lalu, ternyata hanya seumur jagung.

PPP berpindah ke kubu Ganjar Pranowo, sedangkan Golkar dan PAN menyeberang ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). KIB runtuh sebelum bertanding.

Dinamika itu mengubah peta koalisi. KKIR, yang mengusung Prabowo Subianto, menjelma sebagai koalisi besar dengan dukungan Gerindra, PKB, Golkar, dan PAN.

Gabungan kursi parlemen keempat parpol itu mencapai 265 kursi atau 46 persen. Selain itu, KKIR juga disokong tiga parpol non-parlemen: PBB, Gelora, dan PSI.

Ada yang membaca peta koalisi itu dengan hitungan matematika sederhana: menambahkan perolehan suara atau kursi semua partai dalam koalisi. Hasilnya gampang ditebak: koalisi jumbo paling berpeluang memenangkan Pilpres.

Namun, hitungan di atas kertas semacam itu seringkali memunggungi real-politik. Ada banyak preseden politik yang memperlihatkan bahwa David bisa mengalahkan Goliath dalam pertarungan elektoral.

Tidak usah jauh-jauh, pada Pilkada DKI Jakarta 2012, Jokowi-Ahok yang diusung hanya oleh dua parpol bisa mengalahkan kandidat yang diusung oleh lusinan partai.

Menurut saya, dalam konteks Indonesia, ada beberapa alasan mengapa koalisi besar tidak selalu identik dengan potensi dukungan elektoral yang besar.

Pertama, basis dukungan parpol di Indonesia sebetulnya sangat tipis dan rapuh. Kesimpulan ini merujuk pada party-ID yang rendah.

Party-ID adalah tingkat kedekatan, baik emosional dan psikologis, dari pemilih terhadap partai tertentu.

Hasil survei SMRC pada 2017 menunjukkan, skor party-ID Indonesia hanya 11,7 persen. Artinya, hanya 11,7 persen orang di Indonesia merasa punya ikatan psikologis dengan parpol tertentu dan akan memilih parpol itu kapan pun pemilu digelar.

Sebaliknya, hampir 90 persen pemilih Indonesia tidak punya ikatan emosional dan psikologis dengan parpol tertentu. Mereka gampang berpindah haluan dan pilihan politik.

Dengan party-ID yang rendah, agak serampangan menjadikan perolehan suara atau kursi pada pemilu sebelumnya sebagai basis kalkulasi elektoral. Sebab, basis suara itu ibarat gelembung sabun yang gampang pecah.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com