Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Korban Eksil 1965, Dimaki "Tante Gerwani" oleh Tetangga di Jerman gara-gara Beda Pendapat

Kompas.com - 30/08/2023, 05:33 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Korban eksil 1965 yang menetap di Amsterdam, Belanda, Sri Budiarti atau Ning menceritakan pengalamannya dimaki-maki dan dihakimi sebagai Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).

Pengalaman itu diceritakan Ning di depan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly.

Diketahui, Ning dan sekitar 64 eksil lainnya berkumpul dan bertemu dengan Mahfud serta Yasonna di Amsterdam, Belanda, pada Minggu (27/8/2023) waktu setempat.

Baca juga: Korban Eksil 1965 Pertanyakan Nasib Kebijakan Pemerintah Usai Jokowi Lengser, Mahfud: Pasti Terus

Ning mengatakan, sejak tahun 1963 sampai saat ini, ia masih menjadi anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Aachen, Jerman. Ia lalu memang mendapatkan status warga negara dari negara tersebut.

“Di Aachen dan saya merasakan yang namanya stigma, yang namanya kebencian,” ujar Ning dalam pertemuan di Amsterdam, Minggu.

Ia menceritakan dimaki dengan kata-kata Gerwani ketika beradu argumen dengan seorang tetangga.

“Kalau saya salah tingkah, mereka bilang ‘Dasar Gerwani’. Tahun 2015 saya masih dimaki ‘Dasar tante ini Gerwani’ hanya karena saya berbeda pikiran,” kata Ning.

Baca juga: Pemerintah Diminta Luruskan Sejarah Terkait Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu lewat Buku

Adapun kedatangan Mahfud, Yasonna, dan rombongannya menemui para eksil di Eropa adalah untuk menggelar dialog dan berupaya memulihkan hak konstitusional mereka.

Para korban eksil 1965 kebanyakan merupakan mantan Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) yang diutus pemerintahan Soekarno tetapi dilarang pulang oleh Presiden Soeharto.

Tindakan ini dilakukan Mahfud sebagai bagian upaya pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu atas arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Smeentara itu, Ketua Watch 65 perhimpunan yang fokus pada eksil 1965, Ratna Saptari mengatakan, para korban distigma sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka dicap sebagai komunis dan mengkhianati negara.

Baca juga: Pemerintah Diminta Keluarkan Laporan Lengkap Tim PPHAM ke Publik

Ratna masih bertanya-tanya bagaimana caranya menghapus stigma itu sementara TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 soal PKI itu adalah tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik belum dicabut.

Menurut Ratna, persoalan yang timbul akibat TAP MPRS itu sangat penting sehingga perlu dilakukan tindakan awal terhadap produk hukum tersebut.

“Stigma itu akan terus-menerus dialami dirasakan yang akhirnya mengkriminalisasi keturunan para eksil banyak juga yang masih di Tanah Air dan juga mereka yang ada di sini,” ujar Ratna.

Proses hukum harus diselesaikan

Pada kesempatan tersebut, eksil 1965 lainnya, Sungkono berharap pemerintah juga menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat 1965 lewat jalur hukum.

Halaman:


Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang Online dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang Online dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com