Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reog Ponorogo Diajukan Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO, Disidangkan Tahun Depan

Kompas.com - 24/08/2023, 20:33 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, Reog Ponorogo sudah masuk dalam daftar antrean (waiting list) pengusulan pengajuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) UNESCO.

Rencananya, pengusulan warisan budaya tersebut akan mulai disidangkan tahun depan oleh UNESCO.

"Ya, sudah bisa dipastikan akan kita usulkan menjadi salah satu, agenda tahun depan. Sidang tahun depan. Jadi sudah akan dibahas oleh UNESCO tahun depan," kata Muhadjir dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Kamis (24/8/2023).

Muhadjir mengungkapkan, Reog Ponorogo masuk dalam daftar antrean nomor 39.

Baca juga: Kisah Kesenian Reog yang Digunakan untuk Mengkritik Raja Majapahit

Ia lantas berharap, UNESCO secepatnya menetapkan Reog Ponorogo sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Sebab, Pemerintah Indonesia telah menginisiasi pengusulan Reog Ponorogo sejak lama.

Di Indonesia sendiri, Reog Ponorogo sudah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 2013.

"Nanti akan kita lihat mana yang, mudah-mudahan Reog ini dengan kesungguhan dari Pemerintah Kabupaten Ponorogo dan masyarakat, nanti bisa segera lolos," ujar Muhadjir.

Lebih lanjut Muhadjir mengatakan, pihaknya telah berupaya memenuhi persyaratan dari UNESCO.

Selama kurun waktu empat tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo didukung berbagai pemangku kepentingan seperti Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus melengkapi dan menyempurnakan semua persyaratan yang disampaikan kepada UNESCO.

Baca juga: Reog Ponorogo: Pengertian, Asal, Sejarah, Pementasan, dan Tokohnya

Salah satu yang disempurnakan adalah penggunaan bulu merak dan kulit harimau dalam kesenian Reog Ponorogo. Diketahui selama ini, dua hal yang menyangkut perlindungan satwa tersebut menjadi pengganjal dalam pengusulan Reog Ponorogo menjadi WBTB.

"Sebetulnya tuntutan persyaratan dari pihak UNESCO sudah kita respons, sekarang tinggal nunggu waiting list-nya," kata Muhadjir.

Menurutnya, penggunaan kedua hal tersebut sudah aman dan tidak menyalahi aturan. Penggunaan bulu merak dalam Reog Ponorogo tidak dilakukan dengan mencabut bulu merak. Melainkan menunggu bulu pada merak terlepas sendiri.

Sebab, pada periode tertentu, bulu pada merak memang secara alamiah akan terlepas sendiri. Oleh karena itu, Pemkab Ponorogo memastikan menggunakan bulu merak yang sudah rontok.

Sementara itu, penggunaan kulit harimau kini telah diganti dengan kulit kambing yang dibuat menyerupai kulit harimau.

"Pemkab Ponorogo memiliki peternakan merak sendiri. Biasanya bulu merak itu gugur atau rontok sendiri setiap tiga bulan sekali. Bulu-bulu yang rontok itulah yang akan diambil untuk bahan dari kesenian Reog Ponorogo," ujar Muhadjir.

Baca juga: Reog Ponorogo Resmi Diajukan sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Nasional
BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

Nasional
Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Nasional
Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Nasional
Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Nasional
Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

Nasional
Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nasional
LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Nasional
Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Nasional
KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

Nasional
Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena 'Mark Up' Harga Lahan Tebu PTPN XI

KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena "Mark Up" Harga Lahan Tebu PTPN XI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com