JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan akan dampak kemarau kering yang puncaknya pada bulan Agustus-September 2023, mulai dari kekurangan air bersih hingga potensi kebakaran lahan dan hutan (karhutla).
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan, kemarau tahun ini bahkan lebih kering dibanding 2020 hingga 2022. Hal itu dipengaruhi oleh dua fenomena yang saling menguatkan, yaitu El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif.
"Dampak negatifnya adalah kekeringan sumber daya air bersih, sumber air akan kering, sehingga daerah yang masih hujan mohon panen hujan," kata Dwikorita dalam acara penyerahan insentif fiskal kepada pemerintah daerah, di Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (31/7/2023).
Baca juga: BMKG Ingatkan Potensi Kemarau Tahun Ini, Lebih Kering dari 3 Tahun Belakangan
Dwikorita menyampaikan, keterbatasan sumber air berpotensi mengakibatkan gagal panen. Di sisi lain, kebakaran lahan dan hutan tidak terelakkan seperti pada 2019 ketika Indian Ocean Dipole (IOD) menjadi positif.
"Saat ini IOD positif plus El Nino, jadi kebakaran lahan dan hutan risikonya meningkat," beber dia.
Untuk mencegah hal itu, pihaknya berkoordinasi dengan Kementerian PUPR sejak Desember tahun lalu, dengan meminta menyiapkan infrastruktur sumber daya air. Kementerian PUPR pun sudah melakukan pengeboran sumur-sumur dalam.
Kemudian, ia berkoordinasi dengan Kementerian LHK untuk membasahi lahan-lahan yang mudah terbakar.
"Agar muka air tanah naik mendekati permukaan dan tanah menjadi lembab, agar mengurangi risiko terbakar," ungkap Dwikorita.
Baca juga: Kemarau Kering, BMKG Ingatkan Ancaman Gagal Panen dan Karhutla
Kendati begitu, mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menyampaikan beberapa dampak positif yang didapat dari kemarau kering.
Salah satu dampaknya adalah potensi meningkatnya panen garam di beberapa wilayah pesisir.
"Jadi daerah Madura, daerah pesisir potensi panen garam meningkat. Kemudian, potensi tangkapan ikan juga meningkat. Meningkat pula produksi padi pada lahan rawa lebat yang tidak membutuhkan banyak air," jelas Dwikorita.
Sebagai informasi, berdasarkan pengamatan yang dilakukan BMKG, indeks El Nino pada bulan Juli mencapai 1,01 dengan level moderate, sementara IOD sudah memasuki level index yang positif.
Sebelumnya, pada bulan Juni hingga dasarian 1 bulan Juli, El Nino masih dalam level lemah sehingga dampaknya belum dirasakan.
Namun setelah itu dalam waktu yang bersamaan, El Nino dan IOD positif yang sifatnya global dan skala waktu kejadiannya panjang dalam hitungan beberapa bulan terjadi dalam waktu yang bersamaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.