Pengurus PB IDI dan PP IAKMI, Iqbal Mochtar mengatakan, hingga UU disahkan, pihaknya belum mendapatkan draft resmi produk hukum teranyar itu.
"Sampai saat ini kami belum dapat draft resmi yang mana sebenarnya akan berlaku. Bahkan di dalam keterangan resmi dari Ketua Panja itu disebutkan bahwa draft yang resmi tidak akan dikeluarkan sampai ada pengesahan," kata Iqbal saat dihubungi Kompas.com, Selasa (11/7/2023).
Iqbal menyampaikan, karena belum mendapat draft resmi, ia tidak tahu pasti mana pasal yang diubah dan mana pasal yang dihapus dalam UU Kesehatan.
Termasuk, usulan mana yang ditolak dan diterima oleh pemerintah, dari berbagai kelompok.
"Kita sendiri organisasi profesi ini masih bingung, masih belum dapat informasi secara jelas, draft mana yang akan keluar. Kita belum tahu apakah pasal-pasal yang diajukan itu dihapus, apakah itu akan ditambah," tutur dia.
Lebih lanjut ia menyampaikan, draft RUU Kesehatan yang baru saja berubah menjadi UU itu diperlukan agar organisasi profesi mampu mempertimbangkan langkah apa yang dilakukan selanjutnya.
Pihaknya akan mempelajari pasal-pasal di dalam UU tersebut, usai mendapatkan draft resmi. Ia mengaku akan menelisik lebih jauh isinya, apakah pasal-pasal yang disahkan sesuai dengan yang diharapkan.
Jika isi UU tersebut tidak sesuai (compatible) dengan harapan, pihaknya akan melakukan diskusi dengan teman sejawat yang terdiri dari tenaga medis dan tenaga kesehatan.
Diskusi bertujuan untuk mempertimbangkan langkah judicial review atau langkah lainnya. Di lain sisi, ia akan menunggu aturan-aturan pelaksana dari UU itu terbit.
"Itu dulu yang akan kita lakukan, kemudian akan kita pertimbangkan, kita akan pikirkan, dan kita akan tentukan langkah apa yang kita ambil. Tetapi jelas kalau memang ini tidak sesuai dengan yang kita harapkan, yang kita usulkan, saya kira judicial review merupakan sebuah keniscayaan," imbuh Iqbal.
Sebelumnya diberitakan, DPR RI mengesahkan RUU Kesehatan menjadi UU dalam rapat paripurna hari ini. Rapat paripurna dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani.
Ia tampak mengenakan setelan blazer dan kerudung berwarna hitam. Puan didampingi oleh Wakil Ketua DPR yakni Lodewijk F Paulus dan Rachmat Gobel.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR lainnya, Sufmi Dasco Ahmad dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin), tidak hadir.
Dari pihak pemerintah, turut hadir Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas, serta Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy OS Hiariej.
Sebelumnya, tenaga medis dan tenaga kesehatan yang tergabung dalam lima organisasi profesi itu sudah berencana akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika pembahasan RUU tidak dihentikan.
Mogok kerja juga menjadi opsi perlawanan. Belum lama ini, Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah menyebut, pihaknya akan mogok kerja mengingat pemerintah tidak melibatkan organisasi profesi dalam pembahasan RUU dengan metode omnibus law tersebut.
Padahal kata dia, organisasi profesi memiliki peran penting dalam mengatur anggota-anggotanya yang notabene para tenaga kesehatan di Indonesia.
Organisasi profesi termasuk organisasi perawat adalah garda utama yang melakukan pengawalan dan memberikan sanksi etik, utamanya ketika terdapat kasus malpraktik yang dilakukan oleh para nakes.
"Konsolidasi terus kita lakukan. Bahkan PPNI kemarin rapat nasional, memutuskan kita secara kolektif bisa melakukan mogok kerja, cuti pelayanan dalam konteks untuk memberikan perlawanan proses atas RUU Kesehatan yang menurut kita sangat tidak dijamin," ungkap Harif belum lama ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.