JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menilai, eksepsi atau nota keberatan yang disampaikan tim penasihat hukum mantan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Anang Achmad Latif telah memasuki pokok perkara.
Anang Achmad merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi proyek penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tahun 2020-2022.
“Materi keberatan dari penasihat hukum sesungguhnya sudah memasuki materi pokok perkara, maka keberatan penasihat hukum tersebut sudah selayaknya dinyatakan ditolak untuk seluruhnya,” kata jaksa dalam ruang sidang Prof M Hatta Ali Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (11/7/2023).
Baca juga: Daftar 8 Pelaku Kasus Korupsi BTS Bakti Kominfo dan Perannya
Dalam eksepsinya, kata jaksa, penasihat hukum Anang Achmad menyatakan penggunaan kontrak payung pekerjaan penyediaan BTS 4G bukanlah perbuatan melawan hukum sebagaimana surat dakwaan. Menurut kubu Anang Ahmad, penggunaan kontrak sudah sesuai dengan Pasal 17 Ayat 1, 2 dan 3 Peraturan Direktur Utama Bakti Nomor 7 Tahun 2020.
Padahal, kata jaksa, surat dakwan yang telah dibacakan tidak mempermasalahkan penggunaan kontrak payung dalam penyediaan BTS 4G tahun 2020-2022.
“Yang menjadi permasalahan adalah kontrak payung tersebut dijadikan sebagai siasat dan alat untuk menggabungkan dua pekerjaan yang sejatinya sangat berbeda,” papar jaksa.
“Yaitu pekerjaan pembangunan capital ekspedentil dan pekerjaan pemeliharaan agar dapat dikerjakan oleh penyedia yang sama yang telah diatur sebelumnya,” imbuhnya.
Tim penasihat hukum Anang Achmad dalam eksepsinya juga menilai, JPU mendakwa adanya kerugian keuangan negara berdasarkan keadaan per 31 Maret 2022 bukan keadaan faktual saat ini.
Menurut kubu Anang Achmad, penentuan kerugian keuangan negara per 31 Maret 2022 dilakukan tanpa dasar peraturan Undang-undang yang berlaku melainkan hanya berdasarkan pada kewenangannya menyusun surat dakwaan.
Baca juga: Mahfud Pastikan Plt Dirut Bakti Tetap Lanjutkan Proyek BTS 4G
Sehingga, menurut penasihat hukum surat dakwaan tidak disusun secara cermat, jelas dan lengkap sesuai ketentuan Pasal 142 Ayat 2 huruf b KUHAP.
“Kami JPU telah meminta bantuan ahli dalam hal ini BPKP untuk melakukan perhitungan kerugian keuangan negara dan hasilnya telah dituangkan dalam sebuah laporan resmi yang dapat dijadikan alat bukti di dalam laporan tersebut dan telah tercantum waktu dan nilai kerugian,” papar jaksa.
“Namun, jika penasihat hukum tidak sependapat dengan hasil perhitungan kerugian keuangan negara yang telah dilakukan BPKP itu sepenuhnya hak dari penasihat hukum,” ujarnya.
Lebih lanjut, jaksa juga menjawab seluruh poin-poin nota keberatan terdakwa Anang Achmad yang dinilai telah memasuki pokok perkara yang harus diuji di persidangan.
Jaksa pun meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak dan mengesampingkan poin-poin eksepsi Anang Achmad Latif untuk seluruhnya lantaran telah masuk pokok perkara.
“Menyatakan keberatan dari terdakwa Anang Achmad Latif melalui tim penasihat hukum tidak dapat diterima atau ditolak untuk seluruhnya,” kata jaksa.