JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia menegaskan, belum pernah diminta menjadi negosiator dalam pembebasan pilot Susi Air, Philips Mark Methrtens.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Abdul Haris Semendawai saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Senin (10/7/2023).
"Kita sampaikan dari awal, untuk memastikan apakah memang pernah ada permintaan ke Komnas Pusat, belum ada permintaan (menjadi negosiator) itu," ujar dia.
Adapun permintaan yang diungkapkan Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua terkait negosiator disebut tidak bisa diverifikasi.
Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua Frits Ramandey disebut hanya melaporkan permintaan dari video dan permintaannya tak bisa diklarifikasi.
"Itu kan melalui video, ada permintaan, tapi kita tidak bisa klarifikasi siapa sebenarnya. Dan apalagi di sana banyak faksi-faksi, pihak A mengatakan begini, belum tentu pihak B," imbuh dia.
Abdul juga mengatakan, pernyataan Komnas HAM terkait dengan kesiapan sebagai negosiator sudah disampaikan ke berbagai pihak, termasuk kepada pemerintah.
Komnas HAM, kata Abdul, sangat siap untuk menjalankan fungsi mediasi dalam kasus penyanderaan pilot Susi Air tersebut.
"Makanya saya sampaikan kita secara terbuka siap menjadi mediator, kalau memang diperlukan kita siap. Dalam pertemuan-pertemuan kita sampaikan, kalau mau jadi mediator kita siap, dan fungsi mediasi itu ada Komnas HAM," kata dia.
Sebelumnya, Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua diminta menjadi negosiator dalam negosiasi penyanderaan pilot Susi Air Philips Mark Methrtens.
Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Frits Ramandey mengatakan, permintaan sebagai negosiator itu dilayangkan oleh pihak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) kelompok Egianus Kogoya.
"Komnas HAM Perwakilan Papua telah diminta oleh kelompok TPNPB melalui juru bicaranya," kata Frits dalam acara webinar, Selasa (4/7/2023).
"Jadi penyanderaannya pada 7 Februari, lalu Komnas HAM Papua diminta pada 6 April untuk melakukan pemantauan tim semacam negosiator," sambung dia.
Philips disandera setelah pesawat yang dikemudikannya dibakar di Bandara Paro, Nduga, Papua Pegunungan, pada 7 Februari 2023.
Saat itu, pesawat tersebut mengangkut lima penumpang yang merupakan orang asli Papua (OAP). Philips dan kelima OAP disebut sempat melarikan diri ke arah yang berbeda.
Baca juga: Mempertanyakan Sikap Komnas HAM Dalam Kasus Penyanderaan Pilot Susi Air
Kelima OAP telah kembali ke rumah masing-masing. Sementara itu, Philips masih disandera.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.