Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkes Sebut Kasus Antraks di Gunungkidul Sudah Bisa Dikategorikan KLB

Kompas.com - 06/07/2023, 15:53 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut bahwa kasus antraks yang terjadi di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sudah bisa masuk dalam kategori Kejadian Luar Biasa (KLB).

Pasalnya, sudah ada satu kematian suspek antraks. Tetapi, Kemenkes menyerahkan seluruh kewenangan itu kepada pemerintah daerah (Pemda) setempat.

"Terkait dengan KLB, jadi ini kalau secara definisi sepertinya sudah bisa disampaikan ya, karena ada kematian," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi, dalam konferensi pers secara daring, Kamis (6/7/2023).

"Tapi, kembali lagi ini adalah kewenangan daerah untuk bisa nyatakan KLB atau bukan," ujarnya lagi.

Baca juga: Pemkab Gunungkidul Belum Berencana Tetapkan KLB Antraks, Ini Alasannya

Imran mengatakan, sudah ada tiga kematian yang berkaitan dengan antraks. Tetapi, hanya satu orang yang dinyatakan suspek antraks dari pemeriksaan darah di laboratorium.

Sedangkan dua orang sisanya tidak sempat diperiksa di laboratorium. Kendati begitu, keduanya memiliki gejala dan memiliki riwayat berhubungan dengan hewan ternak yang terjangkit antraks.

"Yang dua ini belum sempat dilakukan pemeriksaan lab karena langsung meninggal. Kita lakukan investigasi gejala ada dan mereka punya riwayat dengan sapi yang mati karena antraks tadi," kata Imran.

Lebih lanjut, Imran mengungkapkan, kasus antraks hampir setiap tahun terjadi di Gunungkidul selama lima tahun terakhir. Kasus paling tinggi tercatat di tahun 2019 dengan jumlah mencapai 31, dan di tahun 2022 dengan jumlah 23 kasus.

Baca juga: Pemicu Antraks di Gunungkidul: Sembelih Ternak yang Sudah Mati, Dagingnya Dibagikan dan Dikonsumsi

Kasus-kasus tersebut didominasi dengan antraks yang menyerang kulit. Bakteri tersebut menempel ke kulit hingga melepuh. Tingkat fatalitas kasus (case fatality rate) dari antraks jenis ini berkisar 25 persen.

Adapun antraks dengan tingkat fatalitas tertinggi adalah antraks yang menyerang paru-paru, dengan tingkat fatality rate mencapai 80 persen. Spora bakteri itu terhisap melalui partikel pernapasan dan mencapai dinding alveoli.

"Yang untuk (antraks menyerang) pencernaan cukup tinggi dan bervariasi mulai 25-70 persen. Kemudian, yang paling bahaya adalah antraks tipe paru-paru dengan case fatality rate mencapai 80 persen," ujar Imran.

Sebelumnya diberitakan, kasus antraks dilaporkan menjangkiti puluhan warga Kelurahan Candirejo, Kapanewon Semono, Gunungkidul, Yogyakarta.

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, satu orang dilaporkan meninggal dunia akibat antraks. Sementara data Kemenkes menunjukkan jumlah warga yang meninggal sebanyak tiga orang.

Baca juga: Gejala Antraks pada Manusia yang Perlu Diwaspadai

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gunungkidul Dewi Irawaty mengatakan, kasus ini bermula ketika warga menyembelih dan mengonsumsi sapi yang sudah mati.

"Dia (warga yang meninggal) ikut menyembelih dan mengkonsumsi. Sapinya kondisinya sudah mati lalu disembelih," kata Dewi, dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 4 Juli 2023.

Halaman:


Terkini Lainnya

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com