Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

Menghidupkan Pancasila dan Ajaran Bung Karno: Dari Simbol ke Transformasi Sosial

Kompas.com - 25/06/2023, 14:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PANCASILA yang merupakan lambang nilai-nilai luhur dan doktrin dasar negara Indonesia, sering kali menghadapi tantangan dalam implementasinya.

Pancasila terkadang menjadi serangkaian kata-kata yang hanya dihafal, bukan diterapkan, dan malah kerap kali terpinggirkan. Kasus ini terutama terlihat pada sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Dalam catatan sejarah, Indonesia sering terperangkap dalam siklus ketidakadilan dalam berbagai aspek, baik ekonomi, sosial, dan politik.

Rezim Orde Baru telah mempersempit interpretasi Pancasila dengan doktrin tafsir tunggal. Pancasila yang seharusnya mencerminkan nilai-nilai pluralitas, tiba-tiba terkekang dalam satu sudut pandang. Sehingga, pandangan lain dianggap tabu atau haram.

Di era modern ini, Pancasila kerap kali dijadikan sebagai alat polarisasi: "Kami adalah pengikut Pancasila, mereka bukan". Paradigma ini merupakan ancaman bagi kestabilan sosial.

Pancasila harus menjadi sarana untuk merangkul semua pihak, bukan untuk memecah belah. Adalah penting untuk menanyakan, apakah ada perbedaan signifikan dengan tafsir tunggal yang diajukan oleh Orde Baru?

Dampak dari cara Orde Baru menafsirkan Pancasila masih terasa hingga kini. Pola pikir yang singular dan eksklusif masih merasuki masyarakat, dan memengaruhi cara kita memandang tokoh-tokoh penting dalam sejarah bangsa, termasuk Bung Karno.

Bukan hanya Pancasila yang berpotensi disalahgunakan sebagai alat politik, melainkan juga figur-figur historis seperti Bung Karno.

Hal ini menghasilkan pandangan yang memandang Bung Karno hanya sebagai simbol, bukan sebagai tokoh yang memiliki gagasan-gagasannya yang berharga untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai contoh, kita bisa melihat bagaimana sosok dan pidato Bung Karno seringkali digunakan dalam kampanye politik, tetapi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dia ajarkan seringkali diabaikan.

Bulan Juni biasanya menjadi momen untuk memperingati Bung Karno, Proklamator Kemerdekaan Indonesia. Namun, pertanyaannya adalah, apakah kita benar-benar menerapkan nilai-nilai yang diajarkan oleh Bung Karno dalam kehidupan sehari-hari?

Keabadian Bung Karno dalam hati kita tidak hanya karena karisma pribadinya, tetapi karena gagasan-gagasannya yang relevan dengan kehidupan kita saat ini.

Ironisnya, dalam konteks politik saat ini, Bung Karno sering kali hanya digunakan sebagai alat untuk meraih simpati masyarakat, dengan meniru aspek-aspek permukaan seperti gaya berbusana dan gaya pidato, bukan esensinya yang lebih dalam dan substansial.

Selama beberapa tahun terakhir, sekelompok masyarakat —terutama mereka yang tidak setuju dengan pemerintah— merasa bahwa pemerintah telah berlebihan dalam mengagungkan Bung Karno.

Meskipun ini bisa dipahami, mengingat selama masa Orde Baru, Bung Karno seolah dihapus dari sejarah bangsa, glorifikasi yang berlebihan juga bisa berbahaya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com