BULAN Bung Karno merupakan rangkaian atas Hari kelahiran Pancasila 1 Juni, kelahiran Bung Karno 6 Juni, dan Haul Bung Karno 21 Juni.
Pada bulan ini, kajian-kajian mengenai Pancasila dan pemikiran Bung Karno marak didiskusikan kembali, baik dalam forum akademis maupun politik, sebagaimana yang dilakukan oleh Universitas Kristen Indonesia (UKI) melalui Seminar Nasional Pancasila pada akhir Juni 2023 nanti.
Tulisan ini disusun dalam rangka memperingati Bulan Bung Karno yang puncak acaranya diperingati pada 24 Juni 2023 di Gelora Bung Karno, Jakarta.
Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara pada 1 Juni 1945, merupakan lompatan kualitatif dan strategis dari Indonesia sebagai bangsa yang besar untuk mengkonstruksikan cara pandang bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai salah satu founding fathers Indonesia, Soekarno telah memberikan landasan dan bekal yang hakiki kepada seluruh bangsa dan terutama para pendiri bangsa pada waktu itu untuk tidak ragu menerima dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Dalam risalah “Mencapai Indonesia Merdeka”, Soekarno menyebut kemerdekaan adalah satu “jembatan emas”, dan di seberang “jembatan emas” itulah kita menyempurnakan masyarakat.
Pancasila sebagai way of life dari Bangsa Indonesia telah memberikan tuntunan moral bagaimana manusia Indonesia membangun relasi dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta dengan bijak dan cerdas.
Pandangan tersebut sekaligus membuktikan bahwa Pancasila merupakan kehendak bersama (resultante) untuk mencapai titik temu dalam menghadirkan kemaslahatan dan kebahagiaan.
Hal ini sekaligus menandakan bahwa apa yang dicita-citakan dan dirumuskan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945, sampai titik ini telah menjadi kenyataan (A.B Kusuma, 2004: 150).
Pancasila menghadirkan pandangan dunia, kemaslahatan hidup bersama yang berasal dan bermuara pada keyakinan atas kodrat keberadaan manusia sebagai makhluk yang berhasrat untuk memiliki sifat-sifat kebaikan, religius, humanis, nasionalis, dan sosialis.
Hasrat ini menjadi prinsip dasar nilai-nilai yang ada dalam Pancasila.
Secara esensial, setiap sila Pancasila mencerminkan perspektif keyakinan akan keutuhan integritas kodrat manusia. Kodrat tersebut pada dasarnya dapat dikerucutkan ke dalam lima sila Pancasila yang saling terkait satu sama lain dan saling menyempurnakan.
Dalam konteks tersebut, Pancasila perlu dipahami secara utuh dengan titik tolak pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945, sebagai strategi nasional dalam membangun sistem politik kebangsaan, sistem ekonomi, dan kebudayaan Indonesia.
Dalam Jurnal Forein Affair yang berjudul “The Clash of Civililizations?” Samuel Huntington (1993) telah meramalkan bahwa masa depan politik dunia akan didominasi oleh konflik antarbangsa dengan peradaban yang berbeda.
Lebih lanjut, Huntington menguraikan, sumber konflik dunia masa datang tidak lagi berupa ideologi atau ekonomi, melainkan budaya.