Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK: Politik Uang dan Korupsi Bukan Imbas Sistem Pemilu, tapi Masalah Struktural

Kompas.com - 15/06/2023, 16:35 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Kamil,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Atas putusan itu, pemilu di Indonesia tetap menerapkan sistem proporsional terbuka.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah tak sependapat dengan para pemohon yang mendalilkan bahwa sistem pemilu proporsional terbuka memperluas terjadinya praktik politik uang dan tindak pidana korupsi.

Menurut Mahkamah, sistem pemilu apa pun sama-sama berpotensi menimbulkan terjadinya praktik politik uang.

“Masalah politik uang dan tindak pidana korupsi sebenarnya lebih disebabkan karena sifatnya yang struktural, bukan sekadar disebabkan dari pilihan sistem pemilihan umum yang digunakan,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2023).

Baca juga: MK: Pernyataan Denny Indrayana Merugikan Kami

Dalam sistem pemilu proporsional tertutup misalnya, kata Saldi, praktik politik uang sangat mungkin terjadi di antara elite partai politik dengan para calon anggota legislatif (caleg).

Para caleg akan berupaya dengan segala cara berebut “nomor urut jadi”, agar peluang keterpilihannya semakin besar. Praktik jual-beli kandidasi dan nomor urut (nomination buying) ini termasuk salah satu bentuk politik uang.

Sementara, dalam sistem proporsional terbuka, praktik politik uang pun terbuka lebar. Dalam hal ini, caleg yang punya sumber finansial besar punya amunisi lebih untuk memengaruhi pemilih.

“Artinya, praktik politik uang dalam penyelenggaraan pemilihan umum dan tindak pidana korupsi tidak dapat dijadikan dasar untuk mengarahkan tudingan disebabkan oleh sistem pemilihan umum tertentu,” ucap Saldi.

Untuk menekan terjadinya politik uang dalam pemilu, Mahkamah berpandangan, sedikitnya ada tiga langkah konkret yang bisa dilakukan secara simultan. Pertama, komitmen partai politik dan caleg untuk tidak terjebak dalam praktik politik uang.

Kedua, penegakan hukum terhadap praktik politik uang tanpa membeda-bedakan latar belakang. MK menilai, caleg yang terbukti terlibat praktik politik uang harus dibatalkan pencalonannya dan diproses secara hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Bahkan, untuk efek jera, partai politik yang terbukti membiarkan berkembangnya praktik politik uang dapat dijadikan alasan oleh pemerintah untuk mengajukan permohonan pembubaran partai politik yang bersangkutan,” kata Saldi.

Baca juga: MK Bakal Laporkan Denny Indrayana ke Organisasi Advokat, Termasuk yang di Australia

Langkah ketiga, masyarakat perlu diberikan kesadaran dan pendidikan politik untuk tidak menerima dan menolerir praktik politik uang. Peningkatan kesadaran ini tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah, negara, dan penyelenggara pemilu, tetapi juga partai politik, masyarakat sipil, dan pemilih.

“Sikap ini pun sesungguhnya merupakan penegasan Mahkamah, bahwa praktik politik uang tidak dapat dibenarkan sama sekali,” tandas Saldi.

Untuk diketahui, uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022. Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menyoal sejumlah ketentuan, di antaranya Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu.

Lewat gugatan tersebut, para pemohon meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com