JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang menyatakan setuju jika Presiden Joko Widodo cawe-cawe atau turut campur untuk urusan bangsa.
Menurut pria yang akrab disapa OSO ini, cawe-cawe perlu karena Jokowi tak bisa meninggalkan begitu saja hasil kinerja yang selama ini sudah dinikmati masyarakat.
"Kalau (menurut) saya, presiden harus cawe-cawe. Karena presiden enggak bisa dong tinggalkan begitu saja sisa perjuangan yang telah dinikmati oleh rakyat (di) daerah," ujar OSO usai menghadiri upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di lapangan selatan Monas, Jakarta, Kamis (6/1/2023).
Baca juga: Hati-hati Pak Jokowi, Sikap Cawe-cawe Bisa Diikuti Ratusan Kepala Daerah
OSO lantas menjelaskan mengenai batasan ideal cawe-cawe yang dilakukan presiden.
Menurut dia, cawe-cawe dilakukan dalam konteks mengingatkan semua pihak agar pekerjaan yang sudah dijalankan terus berada pada jalurnya (on the track).
"Itu yang harus diteruskan. Kedua, yang kurang harus diperbaiki oleh yang baru," ujar OSO.
"Jangan semuanya mau dianggap enggak ada gitu. Banyak orang asal cuap-cuap saja tapi isinya enggak ada. Cuma politik doang. Politik-politik murah lagi. Haduh kasihan deh lu," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi mengakui bahwa dia cawe-cawe atau mencampuri urusan kontestasi politik menjelang Pilpres 2024.
Pernyataan Jokowi tersebut disampaikan ketika bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional di Istana, Jakarta, Senin (29/5/2023) sore.
Baca juga: Kritik Jokowi, Puskapol UI: Dalih Cawe-cawe Pilpres untuk Bangsa dan Negara Alasan Klise
Ia menilai, bangsa ini membutuhkan pemimpin yang bisa menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada 2030.
Oleh karena itu, Presiden Ketujuh RI itu menilai, kebijakan dan strategi kepemimpinan berikutnya akan menjadi penentu Indonesia untuk menjadi negara maju atau tidak.
"Karena itu saya cawe-cawe. Saya tidak akan netral karena ini kepentingan nasional," kata dia di hadapan para pemimpin redaksi media massa nasional, Senin.
"Kesempatan kita hanya ada 13 tahun ke depan. Begitu kita keliru memilih pemimpin yang tepat untuk 13 tahun ke depan, hilanglah kesempatan untuk menjadi negara maju," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.