Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

OSO: Presiden Harus Cawe-cawe, Tak Bisa Tinggalkan Sisa Perjuangan Begitu Saja

Kompas.com - 01/06/2023, 18:24 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang menyatakan setuju jika Presiden Joko Widodo cawe-cawe atau turut campur untuk urusan bangsa.

Menurut pria yang akrab disapa OSO ini, cawe-cawe perlu karena Jokowi tak bisa meninggalkan begitu saja hasil kinerja yang selama ini sudah dinikmati masyarakat.

"Kalau (menurut) saya, presiden harus cawe-cawe. Karena presiden enggak bisa dong tinggalkan begitu saja sisa perjuangan yang telah dinikmati oleh rakyat (di) daerah," ujar OSO usai menghadiri upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di lapangan selatan Monas, Jakarta, Kamis (6/1/2023).

Baca juga: Hati-hati Pak Jokowi, Sikap Cawe-cawe Bisa Diikuti Ratusan Kepala Daerah

OSO lantas menjelaskan mengenai batasan ideal cawe-cawe yang dilakukan presiden.

Menurut dia, cawe-cawe dilakukan dalam konteks mengingatkan semua pihak agar pekerjaan yang sudah dijalankan terus berada pada jalurnya (on the track).

"Itu yang harus diteruskan. Kedua, yang kurang harus diperbaiki oleh yang baru," ujar OSO.

"Jangan semuanya mau dianggap enggak ada gitu. Banyak orang asal cuap-cuap saja tapi isinya enggak ada. Cuma politik doang. Politik-politik murah lagi. Haduh kasihan deh lu," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi mengakui bahwa dia cawe-cawe atau mencampuri urusan kontestasi politik menjelang Pilpres 2024.

Pernyataan Jokowi tersebut disampaikan ketika bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional di Istana, Jakarta, Senin (29/5/2023) sore.

Baca juga: Kritik Jokowi, Puskapol UI: Dalih Cawe-cawe Pilpres untuk Bangsa dan Negara Alasan Klise

Ia menilai, bangsa ini membutuhkan pemimpin yang bisa menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada 2030.

Oleh karena itu, Presiden Ketujuh RI itu menilai, kebijakan dan strategi kepemimpinan berikutnya akan menjadi penentu Indonesia untuk menjadi negara maju atau tidak.

"Karena itu saya cawe-cawe. Saya tidak akan netral karena ini kepentingan nasional," kata dia di hadapan para pemimpin redaksi media massa nasional, Senin.

"Kesempatan kita hanya ada 13 tahun ke depan. Begitu kita keliru memilih pemimpin yang tepat untuk 13 tahun ke depan, hilanglah kesempatan untuk menjadi negara maju," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com