JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat dinilai perlu bergerak dan memberikan tekanan kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) jika pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana terus terhambat.
Sebab Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto atau dikenal dengan Bambang Pacul beberapa waktu lalu menyampaikan RUU Perampasan Aset bisa disahkan jika pemerintah berhasil melobi para pimpinan partai politik buat memberikan dukungan.
"Kalau perlu kita duduki DPR dan segala macam. Bahwa nanti kemudian ada lobi-lobi itu enggak akan bisa menghambat kalau senayan, DPR, sudah diduduki rakyat. Mau ngomong apalagi DPR? Enggak bakal bisa menghindar," kata Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Julius Ibrani, dalam keterangannya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (9/4/2023).
Baca juga: Soal RUU Perampasan Aset, Anggota DPR: Bolanya Masih di Pemerintah
Julius mengkritik sikap Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang mengeluh upaya pembahasan RUU Perampasan Aset terhambat akibat permintaan untuk melobi para ketua umum parpol.
Menurut dia, lobi-lobi politik juga dilakukan saat pemerintah dan DPR membahas RUU lain.
"Mekanisme lobi politik ini memang sudah dari dulu, dan bukan cuma sekarang, bukan cuma saat disampaikan Bambang Pacul. Memangnya KUHP bagaimana? Memangnya amnesti pajak bagaimana? Memangnya Cipta Kerja bagaimana?" ujar Julius.
Julius menilai justru sebenarnya dorongan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap upaya pembahasan RUU Perampasan Aset harus diperkuat supaya agenda pemberantasan korupsi terus berjalan.
Baca juga: Jokowi: RUU Perampasan Aset Terus Kita Dorong agar Segera Diselesaikan DPR
"Soal lobi tingkat parpol kalahlah dengan people power itu," ucap Julius.
Usul supaya pemerintah melobi ketua umum parpol disampaikan Bambang dalam rapat dengar pendapat dengan Mahfud MD pada 29 Maret 2023 lalu.
"Saya terang-terangan ini. Mungkin RUU Perampasan Aset bisa (disahkan), tapi harus bicara dengan para ketua partai dulu. Kalau di sini nggak bisa, Pak," kata Bambang.
Bambang mengaku tak berani mengesahkan RUU Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal jika tak diperintah oleh "ibu".
Politikus PDI Perjuangan itu tak menjelaskan sosok "ibu" yang dia maksud. Hanya saja, dia menegaskan, untuk mengesahkan RUU tersebut, harus ada persetujuan dari para ketua umum partai politik.
Baca juga: Jokowi Harap RUU Perampasan Aset Akan Memudahkan Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi
"Di sini boleh ngomong galak, Pak, tapi Bambang Pacul ditelepon ibu, 'Pacul berhenti!', 'Siap! Laksanakan!'," kata Bambang.
"Jadi permintaan Saudara langsung saya jawab. Bambang Pacul siap kalau diperintah juragan. Mana berani, Pak," lanjutnya diikuti tawa anggota Komisi III lainnya yang juga hadir dalam rapat.
Secara terpisah, anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto mengatakan, pihaknya belum menerima naskah akademik dan draf (RUU) Perampasan Aset.