Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ilham Yuli Isdiyanto
Dosen

Direktur Pusat Kajian Sejarah dan Pembangunan Hukum Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan

Revisi UU Desa: Syahwat Politik atau Urgensi?

Kompas.com - 09/04/2023, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mudah untuk memberikan argumentasi kenapa masa jabatan kelapa desa harus sembilan tahun, namun lebih mudah lagi adalah membuat argumentasi untuk menentanganya.

BEGITU pernyataan Sutoro Eko dalam sesi diskusi yang diselenggarakan Pusat Kajian Sejarah dan Pembangunan Hukum Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (PKSPH FH UAD) pada Februari lalu.

Problem negara vis a vis desa

Masyarakat Jawa mengenal istilah desa mawa cara, negara mawa tata yang memiliki arti kemandirian desa yang tidak bergantung pada negara serta untuk saling menghomarti kapasitas masing-masing.

Bahkan, konstruksi Republik Indonesia yang dikonsep oleh Soepomo (1945) tidak lain berangkat dari refleksi terhadap “republik desa”, harapannya Republik Indonesia nantinya dapat menjadi negara yang berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) selayaknya desa-desa.

Bahkan,Moh. Hatta (1966) menyebut demokrasi lokal di Indonesia lebih maju, terutama di desa-desa di mana bukan hanya demokrasi secara politik (musyawarah) melainkan demokrasi secara ekonomi (tanpa ketimpangan) hingga menginspirasi muncul gagasan perekonomian berbasis kerjasama (cooperation) yang disebut Koperasi.

Pascakemerdekaan, identitas desa kemudian mulai dikooptasi oleh negara. Robert Chamber (1979) menyebut terjadi penjungkirbalikan (putting the last first) dari pihak luar desa yang merasa “sok tahu” tentang desa sehingga menimbulkan berbagai macam bias.

Berbagai bias ini oleh Sutoro Eko (2023) paling tidak diklasifikasikan menjadi 4 (empat) hal, yakni: eksklusi/pengabaian, kontradiksi, distorsi, dan akuisisi.

Desa selama ini telah diabaikan, di mana berbagai macam kebijakan ataupun regulasi cenderung berangkat dari supra-desa dengan mengabaikan fungsi dan peranan desa.

Bahkan, banyak muncul kontradiksi dalam berbagai regulasi yang bersifat sektoral, baik mendukung legitimasi sosial maupun perlu ada legitimasi yuridis (legalitas).

Dampaknya adalah antarregulasi terjadi distorsi yang mengabaikan peran penting terhadap masyarakat desa dan cenderung mengakuisisi peran dan fungsi desa melalui kebijakan pusat lewat regulasi.

Upaya negara mengkooptasi desa tidak lebih dari bagian dari negaranisasi desa, padahal desa lebih dulu ada ketimbang negara Republik Indonesia.

Proses negaranisasi ini dengan cara mengatur desa sedemikian rupa sehingga tidak lebih dari kepanjangan administrasi negara.

Walaupun UU Desa memiliki peran penting dalam mengembalikan berbagai kewenangan yang berangkat dari hak tradisional ditambahkan kewenangan lokal skala desa, namun politik anggaran dan penataan desa yang masih dikontrol oleh pusat menjadi alat untuk mengatur desa.

Pengaturan oleh negara yang hampir pada semua lini membawa dampak mental “dependensi” di mana mengikis kemandirian yang selama ini menjadi pencirian masyarakat desa.

Kemandirian politik dianulir oleh aturan sistem pemilihannya, kemandirian hukum diakuisi melalui sistem peradilan nasional, kemandirian ekonomi dikikis oleh status tertinggal dan masih banyak lagi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com