Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Refki Saputra
Project Officer - The Partnership for Governance Reform (KEMITRAAN)

Menekuni isu-isu anti-korupsi, pencucian uang, kejahatan lingkungan.

Menyudahi Polemik Transaksi Mencurigakan Rp 349 Triliun

Kompas.com - 05/04/2023, 06:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

POLEMIK transaksi keuangan mencurigakan senilai Rp 349 triliun yang dialamatkan ke Kementerian Keuangan (kemenkeu) masih terus bergulir.

Ada ketidaksingkronan data antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan sekaligus Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU).

Dalam Rapat Kerja di Komisi XI DPR RI pada Senin (27/3), Menkeu terbaik Se-Asia Timur dan Pasific tahun 2020 ini mengklarifikasi sejumlah nilai transaksi yang disuplai oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Dari angka Rp 349 triliun yang telah beredar luas di publik, yang benar-benar terkait dengan pegawai di Kemenkeu hanya berjumlah Rp 3,3 triliun.

Sementara, Mahfud dan PPATK dalam rapat dengan Komisi III DPR RI menyatakan, jika transaksi keuangan mencurigakan terkait pegawai Kemenkeu terdiri dari dua kategori.

Kategori pertama berjumlah Rp 35 triliun yang melibatkan 461 entitas Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenkeu. Sementara kategori kedua berjumlah Rp 53 triliun yang melibatkan ASN Kemenkeu dan pihak lain.

Akar masalah

Terlepas dari adanya masalah koordinasi antara Mahfud selaku Ketua Komite TPPU dan Sri Mulyani sebagai anggota, apa yang belakangan terjadi sebenarnya telah membuka mata kita bahwa pemberantasan tindak pidana pencucian uang masih menemui jalan terjal.

Hal ini juga terkonfirmasi dari sejumlah laporan hasil analisis dan hasil pemerikaan PPATK yang dikirimkan ke penegak hukum, baru 30 persen yang ditindaklanjuti (Kompas, 29/09/21).

Problem tersebut jika dicermati lebih jauh sebenarnya masih berkutat pada soal paradigma dan kapasitas aparat.

Ikhwal paradigma aparat penegak hukum, masih seputar perlu atau tidaknya pembuktian tindak pidana asal TPPU yang sudah mengemuka semenjak rezim anti-pencucian uang pertama kali diterapkan di Indonesia tahun 2002.

Hingga sekarang, paradigma tersebut masih sama: pembuktian tindak pidana pencucian uang harus diikuti dengan pembuktian tindak pidana asalnya (predicate crime).

Mirisnya lagi, lembaga peradilan masih berpikiran serupa. Teranyar, misalnya, dapat disimak pada kasus korupsi Simulator SIM.

Majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) memerintahkan agar aset hasil sitaan penyidik hanya bisa digunakan untuk memenuhi pembayaran uang pengganti, sementara sisanya harus dikembalikan kepada terpidana.

Padahal, selain didakwa korupsi, Djoko Susilo juga didakwa dengan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan semenjak tahun 2003. Jauh sebelum kasus korupsi simulator SIM terungkap pada 2012.

Namun memang tidak bisa dipastikan tindak pidana asalnya merupakan korupsi atau bukan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com