Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

134 Pegawai DJP Tanam Saham di 280 Perusahaan, KPK: 2 di Antaranya Konsultan Pajak

Kompas.com - 09/03/2023, 15:29 WIB
Syakirun Ni'am,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, dua dari 280 perusahaan tempat 134 pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membeli saham, merupakan perusahaan konsultan pajak.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, pihaknya memang sengaja mencari perusahaan yang bergerak di bidang pajak dari 280 perusahaan tersebut.

“Yang kita cari itu yang konsultan pajak karena itu yang berkaitan. Mungkin sudah ada dua,” kata Pahala saat ditemui di kantor Bappenas, di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).

Baca juga: KPK: Tak Etis Pegawai Ditjen Pajak Punya Saham di Perusahaan

Pahala mengatakan, dua perusahaan konsultan pajak itu tidak terkait dengan mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo.

Menurut Pahala, menjadi berbahaya ketika pegawai Ditjen Pajak memiliki perusahaan konsultan pajak. Sebab, perusahaan sebagai wajib pajak, memiliki keinginan membayar pajak dalam jumlah sekecil mungkin.

Sementara itu, pegawai Pajak mendapatkan wewenang dari negara untuk memungut pajak dengan jumlah maksimum.

Baca juga: Hasil Lengkap Audit Kemenkeu atas Rafael Alun Trisambodo dan Progres Kasus Pegawai Lain

“Nah muncul risiko begitu dia ketemu bahwa yang ini mau sedikit yang ini mau banyak,” ujar Pahala.

Menurutnya, tidak hanya perusahaan konsultan pajak, kepemilikan saham oleh pegawai Pajak di perusahaan lainnya juga berpotensi terjadi konflik kepentingan.

Pahala mengatakan, KPK tidak mempersoalkan kekayaan yang dimiliki seorang pejabat, melainkan yang dicari adalah risiko korupsinya. Dalam hubungan petugas Pajak dan wajib pajak, korupsi yang paling berpotensi terjadi adalah suap dan gratifikasi.

Baca juga: Pakar Sebut Masih Ada 5 Persen Pegawai Pajak yang Nakal

Ketika wajib pajak mengirimkan gratifikasi atau suap ke rekening pegawai Pajak, maka akan terdeteksi di bank. Jika diberikan secara tunai, juga bisa dilihat orang lain.

Namun demikian, transaksi suap atau gratifikasi itu tidak akan terdeteksi jika dikirimkan ke perusahaan milik pegawai Pajak terkait. Sebab, KPK tidak memiliki akses hingga transaksi perusahaan. Di sisi lain, pegawai pajak hanya melaporkan kepemilikan saham perusahaan.

“Betul (risiko konflik kepentingan). Dan dia memperlebar risikonya. Tadinya risikonya cuma kalau dia kasih uang ke saya, jadi lebih susah lagi risikonya,” kata Pahala.

Sebelumnya, KPK menyebut bakal mendalami 134 profil pegawai Ditjen Pajak yang memiliki saham di 280 perusahaan.

Adapun data itu ditemukan setelah KPK menganalisis ratusan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

"Kita lakukan pendalaman terhadap data yang kita punya, tercatat bahwa 134 pegawai pajak ternyata punya saham di 280 perusahaan," kata Pahala di kantornya, Rabu (8/3/2023).

Baca juga: KPK Sebut Pemeriksa Pajak Tak Boleh Rangkap Jadi Konsultan Pajak

Sebagai informasi, Ditjen Pajak menjadi sorotan setelah harta mantan pejabatnya, Rafael Alun Trisambodo sebesar Rp 56,1 miliar dinilai tidak wajar.

Setelah itu, KPK melakukan pemeriksaan terhadap harta kekayaan Rafael. Beberapa waktu kemudian, perkara Rafael dilimpahkan ke Direktorat Penyelidikan.

Setelah itu, publik mulai menyoroti LHKPN dan kekayaan sejumlah pejabat di lingkungan Ditjen Pajak dan Kementerian Keuangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com