Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pidana Hukuman Mati Dinilai Politis dan Secara Terselubung Sudah Dimoratorium

Kompas.com - 02/03/2023, 21:56 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan I Wayan Sudirta berpandangan pidana hukuman mati adalah produk politik.

Dengan demikian, menurut Wayan, sesungguhnya pidana hukuman mati juga sudah memihak para lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menentang hukuman mati tersebut.

"Karena ini produk politis, jadi begini jadinya. Anggap lah ini produk politik yang sesungguhnya sudah memihak adik-adik (LSM HAM). Sudah memihak," kata Wayan dalam diskusi yang digelar Kontras bertajuk "Hukuman Mati di Indonesia: Perkembangan Advokasi Kasus Hukuman Mati dan Kondisi Terpidana Mati di Indonesia Pasca Penetapan KUHP," di Kawasan Jakarta, Kamis (2/3/2023).

Menurutnya, seorang terpidana sebelum dieksekusi mati, masih bisa melakukan berbagai upaya hukum seperti banding, kasasi, serta peninjauan kembali.

Baca juga: Pro dan Kontra Hukuman Mati

Wayan juga menilai, proses eksekusi yang panjang itu secara tidak langsung membuat pidana hukuman mati dimoratorium atau dihapuskan.

"Kalau begitu berbelitnya, masih kah kita ragu bahwa hukuman mati ini sebenarnya secara terselubung sudah moratorium kok," kata Wayan.

Selain itu, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra Habiburokhman juga mengakui bahwa putusan hukuman mati itu bersifat politis.

Menurut Habiburokhman produk hukum berupa pidana hukuman mati ditetapkan oleh para pejabat negara yang mana menjabat posisi politis.

Ia mengatakan, presiden dan jaksa agung adalah posisi politis yang harus menjawab aspriasi masyarakat.

Baca juga: Penerapan Hukuman Mati di Indonesia, Masihkah Relevan?

"Mungkin dirasakan ini cheating nih menutupi ketidakmampuan dengan menutupi presekusi hukuman mati, tapi jangan salah ada juga kelompok masyarakat yang juga pengen dilakukan eksekusi tersebut," ucap Habiburokhman.

"Ya kalau dipilih dengan berbagai macam pertimbangan, itulah faktanya gitu kan cuma saya pikir, nggak serendah itu juga moral pejabat kita, siapapun yang berkuasa," imbuhnya.

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menambahkan dirinya pernah membuat tulisan dalam sebuah buku yang mengulas soal kuatnya konteks politik dalam putusan hukuman mati.

Baca juga: Beragam Hoaks Seputar Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo

Dalam buku itu, ia bersama sejumlah ahli sosiolog, antropolog, serta krimonolog mencatat bahwa dominasi putusan hukuman mati itu bukan berdasarkan jumlah kasus yang tinggi atau berdasarkan kasus yang paling berdampak sama masyarakat.

Hal itu, menurutnya, dicatat sejak era Presiden pertama Indonesia, Soeharto.

"Zaman Soekarno berapa putusan, jaman Soeharto berapa putusan dan selanjutnya. Kita juga tahu belakangan soal eksekusi mati juga sering kali dijadikan alasan bagi presiden untuk menyatakan dirinya tegas dalam penegakan hukum tapi kan kita tahu sendiri kondisi seperti apa," kata Julius.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com