Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Wanti-wanti Kepala Otorita IKN soal Ganti Rugi Lahan: Jangan Sampai Masyarakat Dirugikan

Kompas.com - 23/02/2023, 19:11 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menanggapi keluhan warga soal harga ganti rugi lahan di kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Nusantara (IKN) yang jauh di bawah harga pasar.

Presiden menegaskan dia sudah menyampaikan kepada Kepala Otorita IKN, Bambang Susantono agar proses ganti rugi tidak merugikan masyarakat.

"Kemarin sore sudah saya bicarakan dengan Pak Bambang, bahwa jangan sampai masyarakat dirugikan," ujar Jokowi di Sepaku, Kalimantan Timur, Kamis (23/2/2023).

Baca juga: Jokowi: Target 17 Agustus 2024, Upacara Bendera di IKN

Oleh karenanya, Jokowi menegaskan ada sejumlah opsi yang akan diberikan kepada masyarakat.

Antara lain ganti untung dan relokasi dengan pemberian ganti lahan yang lain. Dengan demikian, masyarakat tidak merasa dirugikan.

"Baik ganti untung, atau juga relokasi diberikan lahan yang lain. Saya kira ada beberapa opsi, pilihan lain sehingga masyarakat tidak merasa dirugikan," tambahnya.

Baca juga: Pesan Jokowi untuk yang Meragukan IKN: Saya Sampaikan Optimisme, Pembangunan IKN Sudah Dimulai

Diberitakan sebelumnya, warga Desa Bumi Harapan di sekitar Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Ronggo Warsito belum menerima nilai ganti rugi lahannya yang ditawarkan pemerintah melalui tim appraisal (penilai) sebesar Rp 180.000 per meter persegi.

Kebun sawit milik Ronggo seluas tiga hektar masuk dalam Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN di Desa Bukit Harapan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim.

Tim penilai sudah melakukan pengukuran. Hanya, harga per meter yang ditawarkan diprotes Ronggo.

"Kalau harga segitu saya tidak mau jual. Saya protes harganya belum sepakat," ungkap Ronggo saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/2/2023).

Baca juga: Jokowi: 36 Rumah Menteri di IKN Diharapkan Selesai Dibangun Juni 2024

Ronggo baru akan melepas lahannya jika dihargai Rp 2-3 juta per meter persegi. Tawaran ini, kata Ronggo, mengikuti harga lonjakan tanah di sekitaran IKN dan arahan Presiden Joko Widodo bahwa lahan warga harus diganti untung.

Ronggo mengatakan harga yang diberikan tim penilai terlalu kecil. Tak sebanding dengan lonjakan harga tanah di sekitaran IKN berkisar Rp Rp 2-3 juta per meter persegi.

"Terlalu rendah (harga). Masalahnya kita rugi dari situ. Kita beli lagi (lahan) engga dapat. Makanya Pak Presiden bilang ganti untung, bukan ganti rugi," ucap Ronggo.

Sepengetahuan Ronggo, sebanyak 170 warga pemilik lahan masuk KIPP IKN sebagian besar masih menolak harga ganti rugi.

Baca juga: Jokowi: Hutan di IKN Nanti Tak Hanya Berisi Pohon Eukaliptus

Baru sekitar 32 warga yang sudah setuju harga dan telah menerima uang ganti rugi.

"Kisaran harga yang ditawarkan berbeda sesuai legalitas tanah. Yang bersertifikat harga tertinggi Rp 225.0000 permeter. Sementara, yang segel ada yang Rp 160.000 sampai Rp 180.000," kata dia.

Harga itu membuat sebagian pemilik lahan masih menolak melepas lahannya. Gelombang protes makin meluas. Warga yang memiliki tanah di tepi jalan yang masuk KIPP IKN rata-rata protes harga ganti rugi yang diberikan tim penilai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com