Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sheila Maulida Fitri
Pengacara

Pengacara dan pemerhati hukum pidana siber

Progresivitas Putusan Kasus Sambo cs dan Potensi Problem Eksekusi

Kompas.com - 15/02/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TANGGAL13-14 Februari 2023 menjadi momen bersejarah tidak hanya bagi keluarga almarhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, korban pembunuhan berencana, tetapi juga oleh siapa saja yang berkecimpung dalam dunia hukum.

Majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis yang mengejutkan terhadap mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, istrinya yaitu Putri Chandrawati, dan asisten rumah tangga mereka, Kuat Ma’ruf dalam kasus pembunuhan itu. Mereka dinyatakan majeli hakim terbukti secara sah dan meyakinkan secara bersama-sama melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Baca juga: Kompolnas Harap Hukuman Mati Ferdy Sambo Jadi Efek Jera dan Momentum Bersih-bersih Polri

Ferdy Sambo divonis pidana mati. Jaksa menuntut Sambo pidana penjara seumur hidup.  Putri Chandrawati divonis 20 tahun.  Jaksa menututnya pidana penjara 8 tahun. Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun, lebih tinggi dari tuntutan jaksa hanya delapan tahun penjara.

Putusan Ultra Petita

Keberanian Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso, dan anggota majelis hakim yaitu  Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono patut diapresiasi. Putusan tersebut termasuk dalam kategori putusan yang bersifat ultra petita. Ultra petita merupakan istilah hukum acara yang berasal dari bahasa latin.

Ultra berarti melebihi atau melampaui dan petita berarti permohonan. Dalam ilmu hukum acara, ultra petita dapat terjadi pada penegakan semua bidang hukum. Pada prinsipnya dalam penegakan hukum pidana seperti kasus Sambo cs, ultra petita merupakan putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim melebihi ancaman pidana atau melebihi apa yang diminta dalam tuntutan jaksa penuntut umum.

Hal itu lumrah dalam praktik penegakan hukum meski dinilai cukup langka dan masih masuk dalam kategori terobosan dan bentuk "penyimpangan" atas aturan dasar hukum acara. Namun, kembali pada asas no rule without exception, tidak ada suatu peraturan tanpa adanya pengecualian selama hal ini demi menegakkan kebenaran materiil.

Baca juga: Apakah Ferdy Sambo Bisa Lolos dari Hukuman Mati dengan KUHP Baru?

Landmark Decision

Putusan itu dinilai layak dijadikan sebagai landmark decision oleh Mahkamah Agung (MA) yang nanti kelak dapat menjadi rujukan bagi hakim-hakim lain dalam memutus suatu perkara sejenis.

Putusan itu dinilai memiliki nilai progresif, selaras dengan semangat kemerdekaan kekuasaan kehakiman dan membuktikan bahwa hakim bukan hanya sekedar corong undang-undang dan hakim tidak hanya terpaku pada tuntutan jaksa penuntut umum. Putusan itu menunjukkan, hakim juga memiliki fungsi berperan aktif untuk menggali kebenaran materiil dan melakukan suatu penemuan hukum.

Rasa keadilan masyarakat juga dinilai sangat tercermin dalam putusan tingkat pertama itu.

Putusan tersebut juga menguatkan asas equality before the law atau persamaan di muka hukum, mengingat salah satu terdakwa, yaitu Ferdy Sambo, adalah seorang jenderal dan Putri Chandrawati selaku istrinya. Mereka memiliki kekuasaan dan pengaruh yang cukup kuat dan luas.

Putusan tersebut juga mampu menegasikan anggapan yang sudah terlanjur melekat di masyarakat bahwa hukum di Indonesia tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Punya Potensi Problem Terkait Eksekusi

Meski begitu, masyarakat sebaiknya membatasi euforia atas putusan terhadap Sambo cs pada tingkat pertama ini. Pasalnya, masih ada upaya hukum yang sangat mungkin diajukan dan menjadi hak setiap terpidana, tidak terkecuali Sambo cs, yaitu upaya hukum biasa berupa banding dan kasasi, serta upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali (PK).

Pada upaya hukum tersebut, seringkali kita mendapat kekecewaan manakala putusan pada tingkat pertama, yaitu pengadilan negeri sudah maksimal, tetapi pada tingkat di atasnya justru dibatalkan atau dikurangi.

Baca juga: Ferdy Sambo Divonis Mati, Masih Bisa Banding dan Kasasi, Ini Prosesnya

Tidak berhenti di situ, penegakan hukum pidana khususnya pidana mati yang dijatuhkan terhadap terpidana Ferdy Sambo ini pun memiliki potensi non-eksekutorial apabila dalam kurun waktu tiga tahun belum berkekuatan hukum tetap (in kracht) dan belum dieksekusi. Jika demikian, secara otomatis akan tunduk dan mengikuti ketentuan pemidanaan dalam Pasal 100 KUHP baru, di mana dalam pasal tersebut disebutkan hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan catatan memperhatikan dua hal.

Pertama, rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri. Kedua, peran terdakwa dalam tindak pidana.

Namun, dalam ketentuan Pasal 100 Ayat (4) disebutkan bahwa jika dalam masa percobaan itu terpidana menunjukan sikap terpuji, maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan putusan Presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung (MA).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com